Di susun oleh : Ust.Ahmad Fulaih.MA
BAB I
BAB I
PENGERTIAN
- ARTI FAROIDH ( فرائض )
Dalam ilmu fiqih "FAROIDH" (فرائض ) juga dikenal dengan nama
"MAWARITS" ( موارث )
perbedaan
keduanya hanya pada dasar pengambilan kata (musytaq)nya Faroidh berasal dari
kata فرض, pada perubahan tasrifnya kemudian menjadi
kata فريضة dan dalam bentuk jama'nya menjadi فرائض yang dalam bahasa Indonesia dapat
diterjemahkan sebagai "kewajiban, ketentuan" 1). Arti secara bahasa ini bisa juga dilihat
dalam firman Allah dalam surat
an Nisa ayat 24
Dan (diharamkan juga kamu
mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah
telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan
bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu
untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati
(campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan
sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap
sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan
mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Hubungan arti kata ini jika dikaitkan dengan ilmu faroidh mengandung
pengertian bahwa menjadi sebuah kewajiban bagi ahli warits untuk
membagi harta warits diantara mereka berdasarkan bagian-bagian yang telah di tentukan
di dalam nash al-Qur'an atau hadits.
Sementara kata Mawarits ( موارث ) berasal dari kata ورث, pada perubahan tashrifnya kemudian menjadi موروث dengan jama'nya موارث yang berati "yang diwariskan (harta warits)" 2). Arti
bahasa ini juga dapat dilihat dalam firman Allah surat al An'am ayat 16
Dan
Sulaiman telah mewarisi Daud, dan Dia berkata: "Hai manusia,
Kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan Kami diberi segala
sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata".
Hubungan arti kata ini jika
dikaitkan dengan ilmu faroidh mengandung pengertian bahwa pokok permasalahan
dari ilmu faroidh adalah harta warits yang ditinggalkan oleh
oaring yang meninggal dunia
Ulama dengan ssusunan bahasa yang
berbeda namun sependapat ketika memberikan ta'rif faroidh secara istilah sebagai berikut :
1. Kitab
Kifayatuh al Akhyar
- نصيب مقدر شرعا لمستحقه 3)
Bagian yang
telah ditentukan secara syar'i yang
harus diberikan kepada orang yang berhak
2. Kitab al
Fiqh al Sunnah
- النصيب المقدر للوارث4)
Bagian yang
telah ditentukan yang harus diberikan kepada ahli warits
3. Kitab
Syarh al-Zurqony 'ala al-Muwaththa al-Imam al-Malik
- نصيب ما قدر للوارث
Bagian yang
telah ditentukan bagi ahli warits
Dari tiga pendapat ini dapat
disimpulkan bahwa faroidh adalah bagian-bagian harta warits yang dimiliki oleh
ahli warts yang keduanya (bagian harta dan ahli warits) telah ditentukan oleh syara'
melalui nash al-Qur'an, Hadits, Ijma' dan qiyas.
Berdasarkan
kesimpulan ta'rif diatas ada 3 hal yang harus diketahui sehubungan dengan faroidh yakni :
- Bagian-bagian warits ahli warits (berapa saja)
- Orang-orang yang masuk kategori ahli warits (siapa saja)
- Rujukan dalil syara'
Untuk dapat mengetahu lebih jauh tentang 3 hal diatas, maka
dibutuhkan ilmu faroidh yang cakupan pembahasannya lebih luas dari sekedar
faroidh, Ibnu Qudamah al-Maqdisy dalam al Mughni al Muhtaj sebagaimna yang di
tulis oleh Drs. Fatchur rahman membuat definisi ilmu faroidh sebagai berikut :
الفقه المتعلق
بالارث و معرفة الحساب الموصل الى معرفة ذالك و معرفة قدر الواجب من التركة لكل ذي
حق )
"
Ilmu fqih
yang berhubungan dengan pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang cara
perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka, serta
pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan untuk setiap pemilik hak pusaka" 5)
Dari
oengertian diatas terkandung tiga jenis ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan ilmu mawarits yakni :
- Pengetahuan tentang pembagian harta warits
- Penmgetahuan tentang cara menghitung harta warits
- Pengetahuan tentang bagian-bagian ahli warits
- AYAT DAN HADITS TENTANG FAROIDH
Ilmu faroidh merupakan
satu cabang dari
cabang ilmu fiqh
Islam yang
bersumber dari teks-teks suci al-Qur'an dan Hadits.
Diantara ayat al-Qur'an yang menjadi landasan ilmu faroidh adalah surat an Nisa ayat 7
Bagi orang laki-laki ada hak
bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita
ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa laki-laki pada posisinya
sebagai anak atau sebagai kerabat berhak mendapatkan harta yang ditinggalkan
orang yang meninggal dunia, begitu juga wanita pada posisinya sebagai anak atau
kerabat berhak mendapatkan harta yang ditinggalkan orang yang meninggal dunia.
Di akhir ayat Allah mengingatkan bahwa bagian waris - pada jenis kelamin dan
posisi yang berbeda- akan berpengaruh pada bagian waris yang akan diterima.
Seluruhnya telah ditetapkan oleh Allah pada suarat an
Nisa ayat 11, 12 dan 176 sebagaimana nanti akan dibahas dalam bab berikutnya
dalam buku ini.
Sedangkan sumber ilmu
faroidh dari hadits antara lain :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا
بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas r.a dari Nabi SAW bersabda : Berikanlah harta warisn kepada
orang yang berhak, kemudian harta yang masih tersisa berikan kepada ahli waris
laki-laki yang lebih utama. (shahih bukhari dan shahih muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَرَكَ مَالًا
فَلِأَهْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ ضَيَاعًا فَإِلَيَّ
Diriwayatkan
dari Abi Hurairah r.a bersabda Nabi SAW : siapa yang meninggalkan harta warisan
menjadi milik keluarganya dan siapa yang meninggalakn ahli waris yang fakir
menjadi tanggung jawabku. ( Sunan al-Tirmidzi)
Pada hadits pertama yang terdaat
dalam Shahih Bukhari dan shahih Muslim Rasul memerintahkan untuk memberikan
harta waris kepada orang yang berhak yang bagian-bagian telah ditentukan oleh
Allah, jika telah dibagi namun harta waris masih lebih maka diberikan kepada
ahli waris yang hubungan kekerabatannya lebih dekat dari yang meninggal dunia
yang dalam bahasa faroidh dikenal dengan "Ashabah.
Sedangkan pada hadits kedua yang terdapat dalam sunan al-Tirmidzi
Rasul menegaskan bahwa harta peninggalan yang ada dari orang yang meninggal
dunia menjadi milik keluarganya dalam arti orang yang memang berhak mendapatkan
waris darinya, sedangkan ahli waris yang ketika ditinggalkan mati dalam keadan
fakir, miskin Rasul menyatakan hal itu menjadi tanggung jawabnya. Sebuah contoh
yang patut di teladani oleh ummatnya saat ini mengingat banyak anak-anak yatim
dan janda-janda miskin saat ini yang bersusah payah dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Dari
dua hadits trsebut
Rasulullah memerintah kepada
ummatnya untuk
menyelesaikan
permasalahan waris yang terjadi dengan baik sesuai dengan syari'at yang telah
ditentukan, bahkan akibat "negative" yang ada akibat kematian
seseorangpun harus di atasai dengan baik
C. HUKUM MEMPELAJARI FAROIDH
Ilmu faroidh yang merupakan satu cabang ilmu fiqh dalam dunia
keilmuan Islam memiliki kedudukan yang sama dengan cabang-cabang ilmu fiqh yang
lain yang mengatur hubungan antar manusia dengan manusia atau manusia dengan
lembaga seperti Munakahat (tentang pernikahan dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan pernikahan), Qadha (tentang acara peradilan), Hudud (tentang
pidana). Tidak semua ummat Islam wajib dan bias mengerti tentang Munakahat,
Qadha ataupun hudud, hanya orang-orang tertentu dengan kelebihannya yang dapat
memahami dan mengerti tentang ketiga hal tersebut, sehingga hokum mempelajari
ketiga ilmu ini adalah fardhu kifayah tidak fardhu 'ain.
Begitu juga ilmu faroidh, tidak semua orang mampu dan bias mengusai
bahasan-bahasan dalam ilmu faroidh, sehingga hokum mempeljarinya fardu kifayah
tidak fardhu 'ain, hal ini juga bias di fahani berdasarkan hdita Rasulullah SAW
:
تعلموا
القرأن و علموه الناس و تعلموا الفرائض و علموها الناس فاني امرء مقبوض و العلم
مرفوع و يوشك ان يختلف اثنان فى الفريضة فلا يجدان احدا يخبرها
Pelajarilah al-Qur an dan
ajarilah manusia al-Qur'an, pelajarilah faroid dan ajarkan manusia faroidh,
sesungguhnya akau akan meninggal dunia dan ilmu akan terangkat, dikhawatirkan
nanti ada dua orang yang berselisih tentang faroidh dan kedunanya tidak
menemukan seorangpun yang memberitahukan hukumnya.
Ketika Rasul dalam hadits diatas memerintahkan
mempelajari faroidh beriringan dengan perintahnya mempelajari al-Qur'an
difahami bahwa hukum mempelajari faroidh sama dengan mempelajari al-Qur'an
yakni fardhu 'ain, tapi di akhir hadits Rasul mengkhawatirkan tidak ada
"seorang pun" yang dapat menyelesaikan masalah faroidh, kata احدا memberikan pengertian tidak mesti semua orang, dioanggap cukup
jika ada satu orang atau lebioh yang mengerti faroidh, ini menunjukkan hokum
mempelajari ilmu faroidh adalah fardhu kifayah, kecuali tidak ditemukan
seorangpun yang tidak mengerti ilmu faroidh, hukumnya menjadi fardhu 'ain.
- RUKUN-RUKUN FAROIDH
Seperti masalah lain dalam ilmu
fiqh, sperti pernihahan, pelaksanaan had dan lain sebagainya memerlukan
2 unsur yakni rukun dan syarat, faroidh yang masuk dalam kajian fiqh pada
pelaksaannya juga memeliki 2 unsur yang sama yakbi rukun dan syarat.
Rukun-rukun
faroidh ada 3
- Mauruts ( موروث ) atau Tirkah ( تركة ) yakni harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang akan di warisi kepada ahli waris setelah di ambil untuk biaya-biaya perawatan, pengurusan jenazah atau hutang piutang dan washiat
- Muawarrits ( مورث) yakni orang yang meninggal dunia baik meninggal secara hakiki atau secara hukmi. Meninggal dunia hakiki artinya seseorang meninggal dunia yang dapat di saksikan dengan jelas kematiannya, sedangkan meninggal dunia hukmi adalah seseorang dinyatakan telah meninggal dunia oleh putusan pengadilan dengan berdasarkan berbagai pertimbangan sekalipun ia tidak diketahui meninggal secara hakiki.
- Warits ( وارث) yakni orang yang akan mewaritsi harta peninggalan orang yang meninggal dunia, baik disebabkan adanya hubungan nasab (keturunan), perkawinan dan perwalian
Dari pengertian faroidh dan mawarits serta
ilmu faroidh, ada beberapa istilah tekhnis dala
Untuk memudahkan pemahaman tentang fiqih mawarits harus diketahui
dulu
istilah-istilah
yang digunakan dalam ilmu mawarits, diantaranya :
- Warits ( وارث ) : orang yang akan mewarisi harta peninggalan orang yang meninggal dunia
- Muwarrits ( مورث ) : Orang yang meninggal dunia secara hakiki maupun hukmi
- Mauruts ( موروث ) : harta benda yang akan di warits, kadang di sebut juga dengan istilah Tirkah ( تركة)
- Hukum Mempelajari dan Mengajarkan ilmu Mawarits
Rasulullah memerintahkan belajar dan mengajarkan ilmu mawarits agar
tidak
terjadi
perselisihan dalam membagi harta pusaka, sebagaimana sabdanya :
تعلموا القرأن و
علمواه الناس, و نعلموا الفرائض و علمواها الناس, فأنى امراء مقبوض والعلم مرفوع و
يوشك ان يختلف اثنان فى الفريضة فلا يجدان احدا يخبرها
"Pelajarilah
al-Qur'an dan ajarkanlah manuasia, Pelajarilah ilmu faroidh dan ajarkanlah
manusia, karena saya adalah orang yang kan
meninggal dunia, sedangfkan ilmu akan diangkat. Dikhawatirkan nanti ada dua
orang yang bersengketa tentang waritsan mereka tidak menemuikan seorang pun
yang mampu memecahkannya. (HR. An Nasa'i)
Dari hadits ini ulama menyatakan
bahwa mempelajari dan mengjarkan ilmu faraidh hukumnya fardhu kifayah, disetiap
kampung, kota
atau desa harus ada yang melaksanakan kewajiban ini.
- Sumber-Sumber Hukum Islam
Sumber hukum perama adalah Al qur'an, Yakni surat an Nisa ayat 7, 11, 12
dan 176.
1 An Nisa
ayat 7
Bagi orang laki-laki ada hak
bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita
ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
2. An Nisa ayat 11
Allah mensyari'atkan bagimu
tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak
lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo
harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara,
Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah
dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang)
orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang
lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
3. An Nisa
ayat 12
Dan bagimu (suami-suami)
seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para
isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu
buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik
laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan
anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
4. An nisa 176
Mereka
meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang
laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai
anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli
waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian
seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.
Sumber hukum ke dua adalah hadits Nabi SAW :
الحقوا الفرائض باهلها فما بقي لاولى وجل
ذكر
"Berikanlah harta pusaka kepada orang-orang yang berhak,
adapun jika ada sisanya diberikan kepada laki-laki yang blebih utama
- Syarat-Sayrat, Rukun-Rukun dan Halangan Mewaritsi
- Syarat- Syarat Mewaritsi
-
Adanya kematian Muwarrits
-
Nyata hidupnya Warits
-
Tidak ada Halangan Warits
Ada 3 macam bentu kematian Muwarrits
-
Mati Hakiki
-
Mati Hukmi
-
Mati Taqdiri
- Rukun-Rukun Mewaritsi
-
Mauruts
-
Muwarrits
-
Warits
- Halangan Mewaritsi
-
Perbudakan
-
Pembunuhan
-
Perbedaan agama
- Sebab-Sebab Mewaritsi dan hal-hal yang wajib dilakukan sebelum pembagian warits
Sebab-Sebab Mewaritsi
- Perkawinan ; Suami istri, anak, cucu
- Kekerabatan : Ayah, Ibu, Kakek, Nenek, Saudara, Anak Saudara, paman, anak paman
- Wala : orang yang memerdekakan budak
Hal-hal yang wajib dilakukam sebelum warisan di berikan
1.
Melaksanakan wasiat muwarrits
jika ada
2.
Membayar hutang Muwarrits
3.
Membiayai pengurusan jenazah
Bagian-Bagian Waris dan
Ketentuannya
1. Bagian Istri (زوجة)
a. 1/4
(seperempat)
Dengan
ketentuan bila suami yang meninggal tidak memiliki Far’ul Warist
Far’ul Warits
adalah anak, serta cucu dari anak
laki-laki
b. 1/8 (seperdelapan)
Dengan
ketentuan bila suami yang meninggal mempunyai Far’ul Warits
Baik yang lahir dari istri pewaris maupun
istri lain
Keterangan : Bagian istri berkurang dari 1/4 menjadi 1/8
dikarenakan adanya:
-
Anak laki-laki/Perempuan
-
Cucu laki-laki dari anak
laki-laki/ cucu perempuan
2. Bagian Suami ((زوج
a. 1/2 (setengah)
Dengan ketentuan bila istri yang meninggal tidak memiliki Far'ul warits
b. 1/4 (seperempat)
Dengan ketentuan bila istri yang meninggal memiliki far’ul warits baik
yang lahir
dari suami pewaris atau suami
lainnya.
Keterangan: Sama dengan bagian istri
diatas
3. Bagian Anak Perempuan
Kandung (بنت شقيقة )
a.
1/2 (setengah)
Dengan ketentuan bila anak perempuan kandung menjadi ahli waris
seorang diri dan tidak mewarisi bersama saudara (kakak atau adik) laki-lakinya.
b.
2/3 (dua pertiga)
Dengan ketentuan bila anak perempuan kandung tersebut berjumlah dua
orang atau lebih dan tidak mewarisi bersama saudara (kakak/adik) laki-lakinya.
c.
'Ashabah (عصبة ) yakni mendapat sisa harta waris
Dengan ketentuan bila anak perempuan kandung mewarisi bersama-sama saudara (kakak/adik)
laki-lakinya, baik anak perempuan kandung itu tunggal atau banyak dan baik
saudara laki-lakinya tunggal atau banyak serta baik saudara laki-laki sekandung
maupun seayah (ketika yang wafat ayah) atau seibu (ketika yang wafat ibu) .
Dengan ketentuan bagian laki-laki dua 2 kali bagian perempuan.
Keterangan: Keberadaan anak perempuan dapat mempengaruhi
(menghijab/
حجاب) bagaian ahli
waris yang lain. Ada yang
berkurang
bagiannya
(hijab nuqshon/ حجاب
نقصان),
ada yang tidak dapat
sama sekali
(hijab hirman/ حجاب
حرمان)
Diantara
bagian ahli waris yang berkurang :
1.
Ibu dari 1/3 menjadi 1/6
2.
Istri dari 1/4 menjadi 1/8
3.
Suami dari 1/2 menjadi
1/4
Diantara ahli waris yang tidak dapat bagian
sama sekali :
1.
Saudara
seibu
2.
Saudari
seibu
3.
Cucu
perempuan dari anak laki-laki, kecuali ia mewarisi bersama
Seorang perempuan tunggal atau ia mewarisi
bersama cucu laki -
Laki dari anak laki-laki.
4. Bagian anak-laki-laki
kandung (ابن شقيق )
Bagian anak
laki-laki kandung hanya satu yakni 'ASAHBAH (عصبة
) dengan
rincian sebagai berikut :
a. Mendapat
semua harta yang
ditinggalkan jika yang
wafat hanya
meninggalkan ahli waris seorang atau beberapa anak laki-laki
kandung
saja.
b.
Mendapat sisa harta jika yang
wafat juga meninggalkan ahli waris yang
lain selain anak perempuan kandung.
c.
Membagi semua atau sisa harta
dengan anak perempuan kandung yang ada
bersama anak laki-laki kandung. Dengan ketentuan Bagian laki-laki 2 kali
bagian perempuan.
Keterangan: Dengan
adanya anak laki-laki hampir
seluruh ahli waris tidak
mendapatkan bagian waris (Hijab Hirman/ حجاب حرمان) kecuali
beberapa orang
saja yang berkurang bagiannya (Hijab Nuqshan/
حجاب نقصان ).Yakni :
1. Ibu dari 1/3 menjadi 1/6
2. Ayah dari Ashabah menjadi 1/6
3. Suami dari 1/2 menjadi 1/4
4. Istri dari 1/4 menjadi 1/8
5. Anak
perempuan kandung dari 1/2 atau 1/3 menjqdi "Ashabah
5. Bagian cucu Perempuan
dari anak laki-laki (بنت الابن)
Cucu perempuan dari anak laki-laki akan
mendapatkan bagian waris jika:
1.
Tidak
ada 2 anak perempuan kandung
2.
Tidak
ada far'ul warits yang lebih tinggi derajatnya (seperti anak laki-laki kandung)
Bagian waris cucu
perempuan dari anak perempuan adalah :
a. 1/2
(setengah)
Dengan
ketentuan bila cucu perempuan mewarisi seorang diri dan tidak
bersama anak perempuan tunggal
atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
( ابن الابن)
b. 2/3 (dua pertiga)
Dengan ketentuan bila cucu perempuan dari anak perempuan berjumlah 2
orang
atau lebih dan tidak bersama
seorang anak perempuan kandung atau cucu laki-laki
dari anak laki-laki.
c. 1/6 (seperenam) untuk
menyempurnakan 2/3 (dua pertiga)
Dengan
ketentuan bila cucu perempuan dari anak perempuan mewarisi
bersama-sama anak perempuan
kandung tunggal dan tidak bersama cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
d. 'Ashabah (mendapatkan sisi harta)
Dengan
ketentuan cucu perempuan dari anak laki-lakai
mewarisi bersama
cucu laki-laki dari anak
laki-laki berapapun jumlahnya. Dengan ketentuan
laki-laki 2 kali bagian perempuan.
6. Bagian cucu laki-laki
dari anak laki-laki ( ابن الابن)
Cucu laki-laki dari
anak laki-laki mendapatkan bagian waris dengan ketentuan yang
meninggal dunia tidak memiliki ahli waris
anak laki-laki kandung.
Bagian waris cucu laki-laki dari anak
laki-laki sama dengan bagian anak laki-laki
kandung yakni 'ASHABAH (عصبة )
Keterangan: Dengan adanya cucu laki-laki
dari anak laki-laki ini, mengakibatkan hampir seluruh ahli waris tidak
mendapatkan bagian waris ( حجاب حرمان) kecuali beberapa ahli waris yang berkurang
bagiannya (حجاب
نقصان )
yakni :
1. Ibu dari
1/3 menjadi 1/6
2. Ayah dari
"Ashabah menjadi 1/6
3. Suami dari
1/2 menjadi 1/4
4. Istri dari
1/4 menjadi 1/8
5. anak perempuan akandung dari 1/2 atau 2/3 menjadi 'ashabah
7. Bagian Ibu (الام )
a. 1/6 (seperenam)
Dengan
ketentuan bila ibu mewarisi bersama-sama dengan :
1.
Far'ul Warits (anak/cucu) yang
meninggal baik laki-laki maupun
Perempuan
2.
2 orang saudara baik sekandung,
seayah, seibu atau campuiran
berapapun jumlahnya
b. 1/3 harta ( ثلث المال )
Dengan
ketentuan bila yang meninggal tidak memiliki ahli warits :
1. Far'ul waris
2. 2 orang atau
lebih saudara-saudari
3. Suami atau
istri
Dengan kata
lain ahli waris hanya terdiri dari ayah dan ibu saja.
c. 1/3 sisa harta ( ثلث
الباقى )
Dengan
ketentuan ahli warisnya terdiri dari Ibu, Ayah dan Suami atau Ibu,
Ayah dan Istri. Tidak terjadi
dalam masalah lain.
Keterangan; Dengan adanya Ibu ada ahli waris yang tidak
mendapatkan
bagian waris (
حجاب جرمان ) yakni : Ibunya Ibu ( ام الام ) dan
Ibunya Ayah ( ام الاب )
8. Bagian Nenek ( ام الام او ام الاب )
Yang
dimaksud nenek adalah nenek
yang dihubungkan nashabnya dengan yang
meninggal oleh perempuan atau oleh
laki-laki seperti Ibunya Ibu, Ibu ibunya Ibu
(ام ام الام ) atau Ibunya Ayah, Ibu ibunya Ayah (ام ام الاب ).
Nenek mendapatkan bagian waris ketika
tidak ada ahli waris Ibu. Dan bagain waris
nenek tunggal atau banyak adalah 1/6
(seperenam) .
9. Bagian Ayah ( الاب )
a. 1/6 (seperenam)
Dengan
ketentuan bila yang meninggal memiliki Far'ul Waris (anak/cucu)
mudzakar (laki-laki)
b. 1/6 + 'Ashabah ( seperenam + sisa harta )
Dengan
ketentuan bila Ayah mewarisi bersama Far'ul Waris (anak/cucu)
Muannats (perempuan)
d.
'Ashabah (mendapat sisa harta)
Dengan ketentuan bila yang meninggal tidak memiliki far'ul Warits
sama sekali baik mudzakar maupun muannats.
10. Bagian Kakek ( اب الاب )
Yang dimaksud dengan kakek adalah kakek
yang hubungan nasabnya dengan yang
meninggal tanpa diselingi orang perempuan
seperti Ayahnya ayah, ayah ayahnya
ayah ( اب اب الاب)dan seterusnya.
Kakek mendapat bagian waris jika tida ada
Ayah dan saudara/saudari sekandung
atau seayah.
11. Bagian saudari kandung (
اخت شقيقة )
Saudari kandung mendapatkan bagian waris
jika tidak ada ahli waris :
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki
- Ayah
Bagian waris Saudari Kandung adalah:
a. 1/2
(setengah)
Dengan
ketentuan saudari kandung seorang diri dan tidak mewarisi bersama
saudara kandung ( اخ شقيق)
b. 2/3 (dua pertiga)
Dengan ketentuan saudari
kandung berjumlah 2 orang atau lebih dan tidak
mewarisi bersama saudara
kandung.
d.
'Ashabah (mendapat sisa harta)
Dengan ketentuan saudari kandung mewarisi bersama saudara kandung
berapapun jumlah keduanya. Dengan ketentuan laki-laki 2 kali bagian perempuan.
e.
'Ashabah (mendapatkan sisa harta)
Dengan ketentuan saudari kandung mewarisi bersama-sama :
1.
Anak perempuan kandung
berapapun jumlahnya
2.
Cucu perempuan dari anak
laki-laki berapaun jumlahnya
3.
Seorang anak perempuan dan cucu
perempuan.
Seluruhnya dengan
ketentuan saudari kandung tidak mewarisi bersama
saudara kandung.
Keterangan : Ashabah terbagi 3
1.
"ashabah bin Nafsi ( عصبة بالنفس) yaitu ahli waris yang
dirinya sendiri telah
menjadi 'Ashabah seperti anak laki-laki
kandung atau Cucu
laki-laki dari anak laki-laki
2.
"Ashabah bil Ghairi ( عصبة بالغير) Yaitu waris yang menjadi
ahli waris karena adanya ahli
waris bin nafsi, tidak berdiri
sendiri. Seperti anak
perempuan kandung ketika bersama
anak laki-laki kandung atau
cucu perempuan dari anak
perempuan ketika bersama
cucu laki dari anak laki-laki.
3.
"Ashabah ma'al Ghair ( عصبة مع الغير) Yaitu ahli waris
perempuan yang memerlukan perempuan lain untuk menjadikan didrinya
'ashabah, sedangkan perempuan yang diperlukan tersebut memiliki bagian sendiri
yang telah ditentukan. Seperti Saudari
kandung ketika mewarisi bersama
anak perempuan kandung atau bersama cucu perempuan dari
anak laki-laki.
12. Bagian Saudari Se-ayah (اخت للاب )
Saudari seayah mendapatkan ahli waris
dengan ketentuan jika tidak ada ahli waris
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki
- Ayah
- Saudara laki-laki kandung
- Saudari Kandung yang menjadi 'Ashabah ma'al Ghair
- Dua orang Saudari kandung
Bagian waris saudari kandung se-ayah adalah :
a.1/2
(setengah)
Dengan ketentuan saudari se-ayah hanya
seorang diri dan tidak mewarisi
bersama-sama saudari
kandung atau saudara
se-ayah ( اخ للاب ) yang
menjadikannya 'Ashabah bil
Ghair.
b. 2/3 (dua pertiga)
Dengan ketentuan saudari
se-ayah ini berjumlah 2 orang atau lebih dan
tidak bersama-sama saudari
kandung atau saudara
se-ayah yang
menjadikannya 'Ashabh bil
Ghair
c. 'Ashabah ma'al Ghair
Dengan ketentuan
saudari-seayah baik tunggal maupun banyak mewarisi
bersama-sama :
1.
Anak perempuan
2.
Cucu perempuan dari anak
laki-laki
3.
Anak perempuan dan Cucu
perempuan dari anak laki-laki
d.1/6
(seperenam) Untuk melengkapi nilai 2/3 (dua pertiga)
Dengan ketentuan jika
saudari seayah mewarisi bersama-sama saudari
Kandung.
13. Bagian Saudara-Saudari
se-Ibu (
اخوة للام /
اولاد للام )
Saudara-saudari se-Ibu mendapatkan bagian
waris jika tidak ada ahli waris :
- Anak laki-laki kandung
- Anak perempuan kandung
- Ayah
- Kakek Shahihah
Bagian waris Saudara-saudari se-ibu adalah :
a. 1/6 (seperenam)
Dengan ketentuan mereka hanya
seorang, baik laki-laki maupun perempuan
b. 1/3 (sepertiga)
Dengan ketentuan mereka lebih dari
seorang baik laki-laki maupun perempuan
maupun campuran.
14. Bagian Saudara Kandung (
اخ شقيق )
Saudara kandung mendapatkan bagain waris
jika tidak ada ahli waris :
- Anak laki-laki
- Ayah
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki
Bagian waris saudara kandung adalah 'Ashabah, dengan ketentuan sama
dengan bagian anak laki-laki.
15. Bagian Saudara se-ayah (
اخ للاب )
Saudara se-ayah mendapatkan bagian waris
jika tidak ada ahli waris :
- Saudara kandung
- Ayah
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki
- Saudari kandung jika bersama anak perempuan atau bersama cucu perempuan dari anak laki-laki.
Bagian waris saudara se-ayah adalah 'Ashabah.
Cara
mudah menghitung waris
Bagi orang yang baru belajar menghitung harta waris, maka
uraian bagian waris diatas sangat di perlukan untuk dimiliki, karena dengan
ketentuan yang ada sebagaimana diatas dapat dijadikan rujukan untuk menentukan
berapa bagian waris masing-masing. Sebagai contoh;
Seseorang meninggal dunia
meninggalkan ahli waris seorang Istri, Ibu, 2 anak perempuan dan 1 anak laki. Harta waris senilai Rp.
163.200.000,- berapa bagian masing-masing ?
Dari soal diatas kita
menemukan ahli waris terdiri dari :
- Satu orang istri
- Ibu
- 2 anak perempuan dan
- 1 anak laki-laki
Sekarang kita mul;ai mencari
bagian masing-masing sesuai dengan uaraian diatad.
Pertama Istri, pada no 1
dari uaraian diatas istri mempunyai bagian 2 yakni 1/4 dan 1/8. dengan
ketentuan jika tidak ada Far'ul Warits (anak atau cucu si mayit) istri mendapat
1/4, tapi jika ada far'ul warits maka istri mendapat 1/8.
Pada soal diatas jelas
adanya ahli waris far'ul warits (2 anak perempuan dan 1 anak laki) dengan
demikian jelaslah istri pada masalah ini mendapatkan bagian waris 1/8
Kedua, Ibu, pada no 7 dari
uaraian diatas, bagian ibu ada 3 yakni
1/3 harta, 1/3 sisa dan 1/6
No comments:
Post a Comment