Saturday, 16 May 2015

Hadis Qudsi

HADIS QUDSÎ


Makalah
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Syarat Ujian Akhir Semester (UAS)
Pada Matakuliah Ulum al-Hadis






Ahmad Irfan Fauji
1112034000049



Jurusan Tafsir-Hadis Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta

2013
I.                   Pendahuluan
      Hadis Nabi Muhammad Saw. merupakan sumber pengambilan hukum islam selain al-Qur’an. hadis dilihat dari sumber beritanya dan dari siapa hadis itu muncul pada awalnya terdapat 4 macam. Yaitu hadis Qudsî, Marfû’, Mawqûf, dan Maqthû’. Hadis yang datangnya dari Allah dinamakan hadis Qudsî, Jika sumbernya dari Nabi disebut hadis Marfû’, jika dari sahabat disebut hadis Mawqûf, dan jika datangnya dari tabi’in disebut hadis Maqthû’. hadis juga mempunyai berbagai macam tingkatan  yang membuat suatu hadis menjadi hal yang harus untuk dipelajari dalam menggali hukum-hukum dan khazanah islami dari berbagai sumber kitab-kitab hadis. Sumber utama tidak dapat menentukan keshahihan suatu hadis, sekalipun itu datangnya dari Allah dan Nabi karena tinjauan keshahihan tidak hanya dilihat dari sumbernya akan tetapi juga dilihat dari sifat-sifat para periwayat hadis.

II.                Pengertian Hadis Qudsî
     Secara bahasa (etimologis) kata Al- Qudsî  (  القدسي) dinisbatkan kepada kata Al-Quds ( لقدسا ) yang diartikan “suci” ( Al-thaharah wa al-tanzih ), Hadis ini dinamakan suci (Al- Qudsî ) karena di sandarkan kepada zat yang mahasuci yaitu kepada Allah. sekalipun diartikan suci hanya merupakan sifat bagi hadis. Sandaran hadis kepada Allah tidak menunjukan kualitas hadis, tidak semua hadis Qudsî shahih, tetapi ada juga yang hasan bahkan dha’if, tergantung periwayatannya baik dari segi sanad ataupun matan.[1] Menurut istilah (terminologis) hadis Qudsî  ialah :

ما اخبرا الله نبيّه بالألهام او بالمنام فأخبر النبيّ صلعم من ذلك  المعني بعبارة نفسه

“sesuatu yang dikabarkan Allah Ta’ala kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri”[2]  
     Dalam pengertian lain, Hadis Qudsî ialah hadis yang oleh Nabi Saw. Disandarkan kepada Allah. Maksudnya Nabi meriwayatkan bahwa itu adalah kalam Allah. Maka Nabi menjadi perawi kalam Allah ini dengan lafal dari Nabi sendiri. Bila seseorang meriwayatkan hadis Qudsî, maka dia meriwayatkannya melalui/dari rasulullah dengan disandarkan kepada Allah.[3] Dengan demikian, diperoleh suatu pengertian yaitu hadis Qudsî didapatkan/dikabarkan dari Allah melalui mimpi/ilham, lalu Nabi menafsirkan/menyampaikan makna mimpi atau ilham itu dengan redaksi beliau sendiri dan menyandarkannya kepada Allah.

III.             Contoh Hadis Qudsî
      Hadis Qudsî biasanya mempunyai ciri-ciri dengan dibubuhi kalimat-kalimat yang berbeda dari hadis-hadis kebanyakan.[4] Seperti contoh cara meriwayatkan Nabi : “Rasulullah Saw. Bersabda mengenai apa-apa yang diriwayatkan dari tuhannya”.[5] Jelas bahwa Nabi menyandarkan apa yang disimpukan makna-makna dari ilham/mimpi yang diberikan Allah dengan redaksi beliau. beberapa contoh hadis yang menyantumkan periwayatan yang disandarkan kepada Allah, inilah contoh yang pertama  :

عن أبى هريرة رضي الله عنه عن رسول الله صلّى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربّه عزّ وجلّ : يد الله ملاْى لا يغيضها نفقة , سحاء الليل و النهار. [ أخرجه البخارى]
“Dari abu hurairah r.a. dari Rasulullah Saw. Mengenai apa-apa yang diriwayatkan dari tuhannya ‘azza wa jalla : “tangan Allah itu penuh, tidak dikurangi oleh nafkah, baik di waktu malam ataupun siang hari...”

      Contoh yang kedua :

عن ابى هريرة رضي الله عنه أنّ رسول الله صلّى الله عليه و سلّم قال : يقول الله تعالى : أنا عند ظنّ عيدى بي, و أنا معه إذا ذكر نى, فإن ذكرنى فى نفسه ذكرته فى نفسي, و إن ذكرنى فى ملأ ذكرته فى ملأ خيرمنه [ اخرجه البخارى و المسلم ]

Dari Abu hurairah r.a. bahwasanya rasulullah Saw. Bersabda : Allah
Ta’ala berfirman (hadis qudsi) : aku menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila dia menyebut-Ku. Bila dia menyebut-Ku di dalam dirinya, maka aku pun menyebutnya di dalam diriku. Dan bila dia menyebut-Ku di kalangan orang banyak, maka akupun menyebutnya di kalangan orang banyak yanag lebih baik dari itu...”[6]

IV.             Perbedaan Hadis Qudsî dengan Al-Qur’an
      Ada beberapa perbedaan antara Qur’an dengan hadis Qudsî, dan yang terpenting ialah :
1.      Semua lafadz (ayat-ayat) Al-Qur’an adalah mukjizat dan mutawattir, sedang hadis Qudsî tidak demikian halnya.
2.      Ketentuan hukum yang berlaku bagi al-Qur’an, tidak berlaku bagi al-hadis, seperti pantangan menyentuhnya bagi orang yang sedang berhadas kecil, dan pantangan membacanya bagi orang yang berhadas besar. Sedang untuk hadis Qudsî tidak ada pantangannya.
3.      Setiap huruf yang dibaca dari al-Qur’an memberikan hak pahala kepada pembacanya 10 kebaikan.
4.      Meriwayatkan al-Qur’an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya. Berlainan dengan al-hadis.[7]
5.      Al-Qur’anul karim hanya dinisbahkan kepada Allah, sehingga dikatakan : Allah ta’ala telah berfirman. Sedang hadis Qudsî –seperti penjelasan diatas – terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah; sehingga nisbah hadis Qudsî kepada Allah itu merupakan nisbah yang dibuatkan.[8]

V.                Kitab-kitab yang berisi hadis Qudsî
      Kumpulan hadis-hadis Qudsî yang ditulis secara tersendiri dan telah dicetak adalah sebagai berikut :
1.      Kitab Misykat al-anwâr fîma ruwiya ’an Allah subhanah min al-Akbar. Karya Muhyiddin Ibn al-Arabi (w. 638). Kitab ini terdiri dari 101 hadis Qudsî, di cetak pada tahun 1346 H (1927 M) di Halab.
2.      Kitab wâmi’ (Al-jami’ al-kabir) dan al-jami’ al-shogîr karya Jalaluddin al-Sûyuthi (w. 911), ciri khusus pada hadis Qudsî yang terdapat di dalam kitab tersebut adalah disusun secara alfabetis. Hadis-hadis Qudsî berada dalam kelompok huruf qaf karena ia dimulai dengan redaksi “qâla Allah azza wa jalla”, atau semacam itu. Dalam jami’ al-shogîr itu terdapat 66 hadis, sedang dalam jami’ al-jawâmi’ ada 133 hadis.
3.      Kitab Al-hadits al-qudsîyah al-arba’iniyah karya al-Mulla Ali al-Qori (w. 1016), kitab ini sebagaimana namanya terdapat 40 hadis Qudsî yang dipilih oleh pengarangnya. Kitab tersebut telah dicetak di kota al-istanah, tahun 1316 H (1898 M) kemudian di kota halab tahun 1436 H (1927 M).
4.      Kitab al-ithafat as-saniyyah bî al-hadis al-Qudsîyyah karya abdul rauf al-Munawi (w. 1031 H) yang berisi 272 hadis, tersusun secara alfabetis, dan telah di cetak  di kairo beberapa kali.
5.      Kitab al-ithafat as-saniyyah bî al-hadis al-Qudsîyyah karya Muhammad Mahmud Al-tharabzuni al-madani, ahli hukum bermazhab hanafi (w.1200 H/1795 M).[9]
VI.             Penutup
Berdasarkan uraian diatas, kami dapat menyimpulakan bahwa hadis yang disandarkan kepada Allah yang memberikan ilham tidak selalu menjadi hadis yang mempunyai derajat yang tinggi, dikarenakan para           periwayat hadis yang meriwayatkan hadis tersebut mungkin mempunyai beberapa kekurangan yang menyebabkan hadis itu menjadi turun derajatnya ke dalam kategori hadis hasan , bahkan juga ada yang dha’if. Dibutuhkan peran penelitian dan penyeleksian yang ketat untuk mengetahui masuk dalam kategori apa hadis yang sedang dibahas.
      Demikianlah makalah yang saya susun ini, dengan mengutip dari beberapa buku yang saya baca dan hasil analisis saya sebagai penyusun. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
 shihab, M. Quraish. 40 hadis Qudsî pilihan . Jakarta . lentera hati . 2007.
al-Qattân, Mannâ .  studi ilmu-ilmu Qur’an . Bogor .  Pustaka Litera AntarNusa. 2011.
Khon, Abdul majid. ulumul hadis, Jakarta. Amzah. 2010.
Drs. Fathur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadits. Bandung . Al Ma’arif .2009



[1] Dr. H. Abdul majid khon M.Ag., ulumul hadis, (Jakarta, Amzah,2010) h. 247
[2] Drs. Fathur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadits,( Bandung, Al-Ma’arif,2009) h.69
[3] Mannâ Khalîl al-Qattân, studi ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2011) h.24
[4] Drs. Fathur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadits,( Bandung, Al-Ma’arif,2009) h.69
[5] Mannâ Khalîl al-Qattân, studi ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2011) h.25
[6] Ibid.  h.25-26
[7] Drs. Fathur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadits,( Bandung, Al-Ma’arif,2009) h.70-71
[8] [8] Mannâ Khalîl al-Qattân, studi ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2011) h.26
[9] Prof. Dr. M. Quraish shihab, 40 hadis Qudsî pilihan, (Jakarta, lentera hati, 2007) cetakan ke-3. h.12

No comments:

Post a Comment