Tuesday, 24 March 2020

DISKURSUS HADIS NUR MUHAMMAD



Innaka Kamal Ali
Program Magister Fakultas Ushuluddin
 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21180340000026

ABSTRAK
Hadis Nur Muhammad adalah dalil utama dalam konsep keberawalan cahaya Muhammad dikarenakan hanya hadis ini yang secara jelas menyatakan Nur Muhammad adalah makhluk yang  paling pertama yang Allah ciptakaan, Maka dalam hal ini terdapat  tiga kelompok yang berbeda sikap dalam memandang hadis  ini, ada kelompok  yang  menolak, ada kelompok yang meyakini hal tersebut dalam batas tertentu sesuai dzahir hadis dan ada kelompok yang lain yang  meyakininya, ditambah mereka  meyakini bahwa Nur tersebut tercipta dari Nur Allah hingga menganggap semua yang ada adalah satu yaitu Allah yang dikenal dengan keyakinan Wahdatul Wujud.
Tentunya untuk mengungkap sudut pandang yang benar diperlukan analisis yang mendalam terhadap hadis ini, dengan sebuah analisis yang sesuai dengan konteksnya yaitu analisis Ilmu Hadis.  Maka setelah dilakukan analisis terhadap makna dan kualitas hadis ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan kajian kepustakaan (library research) dengan mengutip, menyalur dan menganalisis literatur-literatur  yang berkaitan, dan meneliti kandungan hadis serta problematik yang ada di dalamnya, melahirkan beberapa kesimpulan diantaranya; hadis ini tidak banyak disebutkan oleh ulama-ulama mutaqodimin, akan tetapi yang banyak menyebutnya adalah ulama mutaakhirin, kedua hadis ini memiliki banyak masalah baik di sanad maupun di matanya seperti tidak ditemukannya sanad dan perawi yang jelas, dan banyaknya illat yang  terdapat dalamnya, yang semuanya menjadikannya termasuk hadis yang dhoif bahkan maudu’.
Maka dari sini dapat kita ketahui orang yang tidak meyakini bahwa Nur Mauhammad makhluk pertama yang Allah ciptakan, tidak sedikitpun bertentangan dengan syariat dan tidak mendapat dosa apapun.
Kata Kunci: Hadis Nur Muhammad, Makhluk Pertama, Problematika hadis, Wahdatul Wujud.
A.   Teks Hadis dan Artinya
عن جابر رضي الله عنه قال قلت‏:‏ يا رسول الله، بأبي أنت وأمي، أخبرني عن أول شيء خلقه الله قبل الأشياء‏.‏ قال‏:‏ يا جابر، إن الله تعالى خلق قبل الأشياء نور نبيك  من نوره
Dari Jabir ibn Abdullah ia berkata: Wahai Rasulullah, bapak dan ibuku menjadi tebusan dirimu beritahu kepadaku tentang perkara pertama yang diciptakan Allah sebelum segala sesuatu? Rosul menjawab: “Wahai Jabir, sesungguhnya Allah menciptakan sebelum segala sesuatu cahaya nabimu ia ciptakan dari cahaya-Nya”.[1]

B.   Penjelasan Hadis Nur Muhammad
Dari hadis Jabir di atas munculah  konsep Nur Muhammad atau cahaya Muhammad yang banyak disebut dalam karya-karya ulama khususnya dalam bidang tasawwuf, yang menyatakan bahwa makhluk pertama yang Allah ciptakan adalah Nur Muhammad yang kemudian dari Nur tersebut diciptakan makhluk-makhluk yang lain.
Maka hal yang disepakati oleh para pendukung hadis ini adalah tentang keberawalan Nur Muhammad dari sekalian makhluk lainnya, yang artinya bahwa makhluk pertama yang Allah ciptakan adalah Nur Muhammad sedangkan makhluk makhluk yang lain tidaklah Allah ciptakan melainkan setelah diciptakannya Nur Muhammad, perkara yang lain yang mereka sepakati adalah bahwa semua makhluk dari segi penciptaannya berasal dari makhluk yang pertama tersebut maka al-Qolam, Lauh Mahfudz, Arsy, Bumi, Langit Semuanya diciptakan dari satu dzat yang sama yaitu Nur Muhammad.
Sebagian orang yang menisbatkan dirinya pada Tasawwuf dalam meyakini hal ini tidak hanya sampai sebatas itu tapi mereka lebih jauh lagi dalam memahami Hadis Nur Muhammad mereka berkata : bahwa Nur Muhammad diciptakan dari Nur Allah berarti ia adalah bagian dari Allah dan semua makhluk diciptakan dari Nur tersebut maknanya semua yang ada  adalah sama yaitu Allah. Maka dari sinilah muncul keyakinan Wahdatul Wujud yang menurut imam as-Sayuti merupakan suatu keyakinan yang asal mulanya dari orang-orang Nasrani.

C.   Para Ulama Yang Menyinggung Konsep Nur Muhammad
Pembahasan Nur Muhammad yang diambil dari hadis tersebut banyak ditemukan di dalam karya-karya ulama Mutaakhirȋn khususnya yang bergelut dalam bidang Tasawwuf dan Siroh, adapun dalam karya-karya ulama klasik masalah ini tidak banyak ditemukan bahkan dalam karya-karya ilmu hadis sendiri tidak ditemukan ulama hadis  yang menyebutkannya. Ulama-ulama yang menyebutkan hadis Nur Muhammad diantaranya:

a)    Ulama Tafsir
Banyak dari ulama tafsir klasik menyebutkan Nur Muhammad ketika menafsirkan firman Allah: ( مَثَلُ نُورِهِ )tetapi Nur Muhammad yang mereka sebutkan ini tidak jelas menyinggung permaslahan yang dibahas dalam tulisan ini, melainkan hanya untuk menjelaskan tempat kembalinya dlomir atau kata ganti yang terdapat dalam ayat tersebut. Ditambah tidak ada isyarat dalam tafsir-tafsir mereka yang menunjukan kepada keberawaalan Nur tersebut.
Adapun ar-Razi dalam tafsirnya sedikit menyinggung Nur Muhammad ketika menafsirkan ayat 253 dalam surat al-Baqoroh bahwa Nabi Muhammad adalah nabi yang paling mulia dari nabi yang lain, lalu ia menyebutkan jawaban dari yang membantah keyakinan ini dengan dalil bahwa para malaikat sujud kepada Adam dan tidak kepada Muhammad, maka ia menjelaskan beberapa bantahan tersebut salah satunya bahwa para malaikat sujud kepada Adam dikarenakan di kening Nabi Adam   ada Nur Muhammad ia pun menyebutkan setelahnya  hadis:
كُنْتُ نَبِيًّا وَآدَمُ بَيْنَ الماء و الطين
Artinya: Aku sudah menjadi nabi, sedangkan Adam masih antara air dan tanah liat.[2]

b)   Ulama Fiqih
Ibnu Hajar al-Haitamy pernah ditanya tentang siapakah yang meriwayatkan hadis:
أول ما خلق الله روحي والعالم بأسره من نوري كل شيء يرجع إلى أصله
Artinya:  Yang pertama diciptakan Allah adalah ruhku dan alam keseluruhannya diciptakan dari cahayaku, setiap sesuatu kembali kepada asalnya.
Maka beliau menjawab:  "Aku tidak mengetahui siapa yang meriwayatkannya sedemikian. Dan Sesungguhnya yang diriwayatkan oleh Abdurrozzaq adalah sabda Rasulullah:
إن الله خلق نور محمد قبل الأشياء من نوره
Artinya: Sesungguhnya Allah telah mencipta Nur Muhammad sebelum segala sesuatu dari pada Nur-Nya.[3]
Hadis riwayat Abdurrozzaq ini juga telah disebut oleh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam kitabnya, Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail,[4] dan kitab al-Ni’mah al-Kubra ‘ala al-‘Alam fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam.[5]
c)    Ulama Tasawwuf
Sebenarnya banyak sekali ulama-ulama tasawwuf yang menyebutkan permasalahan ini tapi disini penulis hanya mengambil salah satu contoh dari ulama mutaakhirȋn dan salah satunya pengarang Qosidah yang sangat terkenal yaitu Qosidah Barzanji. Berikut ini penulis kutip bagian dari qashidah tersebut yang menyebut konsep Nur Muhammad.
أصلي وأسلم على النور الموصوف بالتقدم والأوليه
Artinya, “Aku mengucap shalawat dan salam untuk cahaya yang bersifat terdahulu dan awal”
Salah satu ulama yang menggeluti berbagai bidang keilmuan yang salah satunya tasawwuf adalah as-Syaikh An-Nawawi al-Bantany, dalam menjelaskan perkataan al-auwaliyah di atas mengatakan:
“Keadaan nur itu yang pertama adalah dibandingkan makhluk lainnya, sebagaimana dalam hadis Jabir, beliau bertanya kepada Rasulullah tentang makhluk pertama yang diciptakan Allah Ta’ala, Rasulullah bersabda:
ان الله خلق قبل الأشياء نور نبيك فجعل ذلك النور يدور بالقدرة حيث شاء الله ولم يكن في ذلك الوقت لوح ولا قلم ولا جنة ولا نار ولا ملك ولا انس ولا جن ولا أرض ولا سماء  ولا شمس ولا قمر
Artinya:  Sesungguhnya Allah telah menciptakan sebelum adanya sesuatu Nur Nabimu, maka dijadikan Nur tersebut beredar dengan kekuasaannya menurut yang dikehendaki Allah. Dan belum ada pada waktu itu Lauh, Qolam, surga, neraka, malaikat, manusia, jin, bumi, langit, matahari dan bulan.[6]
          
d)   Ulama Tauhid
As-Syaikh Ibrahim al-Bajuri di dalam ilmu tauhid seorang ulama `Asya`irah yang memiliki peranan dalam mengembangkan mazhab `Asyairah pada masanya, yang sebenarnya keahliannya bukan saja di dalam tauhid bahkan di dalam disiplin ilmu agama yang lain seperti Fiqih, Tafsir, Hadis, Bayan, Mantiq dan lain-lain.
Dalam masalah Nur Muhammad Ibrahim al-Bajury berkata: “Jika dikatakan bagaimana dapat dikatakan mukjizat yang didatangkan oleh para rasul yang mulia kepada umat-umat mereka adalah dari pada Nur Nabi Muhammad, sedangkan para nabi tersebut adalah lebih dahulu ada? Maka jawabannya ialah Nabi Muhammad adalah terlebih dahulu wujudnya atas segala nabi tersebut yakni dari segi kejadian Nur Muhammad.”[7]
D. Problematika Hadis Nur Muhammad
Secara umum terdapat lima perkara yang menjadi pedoman dalam melihat suatu hadis apakah dapat diterima atau tidak yaitu: 1) sanad yang bersambung, 2) seluruh periwayat dalam sanad bersifat `adil, 3) seluruh periwayat dalam sanad bersifat dhabit, 4) hadis harus terhindar dari Syuzuz (kejanggalan) dan 5) hadis terhindar dari `Illat (cacat).  Maka dengan lima perkara ini penulis meneliti kedudukan hadis Nur Muhammad yang menghasilkan suatu kesimpulan bahwa hadis ini memeliki problematika yang banyak.
Problematika pertama yang ada dalam hadis ini adalah dari segi maknanya, jika dipahami lebih dalam adanya  kerancuan makna yang terlihat sangat jelas dalam hadis ini dikarenakan bagian pertama merupakan pernyataan yang berisi  Nur Muhammad adalah makhluk pertama secara mutlak, dan kemudian kalimat setelahnya "diciptakan oleh Allah dari cahayanya sebelum segala sesuatu," maka jika kita tentukan penyandaran  (Idhofah) pada kalimat dari cahayanya adalah penyandaran kepemilikan kepada pemiliknya berarti makhluk pertama  yang diciptakan oleh Allah adalah cahaya tersebut  kemudian dari cahaya itu diciptakan cahaya Muhammad, jadi ini akan mematahkan bagian pertama maka tidak benar perkataan pertama bahwa "Nur Muhammad makhluk pertama dari semua makhluk."
Adapun  jika kita tentukan penyandaran (Idhofah)  ini adalah penyadaran sifat kepada yang disifati, maka bencananya lebih besar karena dengan penyandaran ini maknanya adalah bahwa Nur Muhammad adalah bagian dari Allah dan ini adalah sebuah kekufuran yang besar karena dari aqidah Islam bahwa Allah tidaklah terbagi darinya sesuatu dan tidak pula ia terbagi dari sesuatu apapun dan bukanlah ia sesuatu yang tersusun atau memilki bagian-bagian karena bagian-bagian adalah sifat makhluk-makhluk.  Dan keyakinan bahwa Muhammad adalah bagian dari cahaya yang merupakan dzat Allah itu seperti keyakinan orang Nasrani yang mengatakan Isa adalah ruh yang merupakan bagian dari dzat Allah.[8]
Dan tentunya sudah diketahui bahwa perkataan nabi tidak mungkin bertentangan satu sama lain karena hadis ini bagian yang kedua bertentangan dengan bagian yang pertama, dan rosul harus disucikan dari mengucapkan hal seperti ini.
 Ahmad al-Ghumari telah menghukumi hadis ini sebagai hadis maudhu atau palsu karena rokakah atau kerancuan yang ada pada hadis ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh ulama hadis bahwa rokakah adalah bukti kepalsuan hadis yang mana ini sangat jelas sekali di lafadz hadis ini.[9]
Problematika selanjutnya dari segi lafadz, salah satu syarat agar hadis bisa dinyatkan shahih adalah dengan tidak adanya perbedaan lafadz-lafadz yang diriwayatkan sedangkan dalam hadis Nur Muhammad terlihat pertentangan lafadz-lafadznya tampa ada jalan untuk digabungkan, Seperti lafadz yag dikutip oleh Sulaiman al-Jamal dalam ulasannya terhadap kitab as-Syama’il dari Sa’duddin at-Taftazani dalam menjelaskan burdah yang berkata:[10]
وكل ءاي أتى الرسل الكرام بها *** فإنما اتصلتْ من نوره بهمِ
عن جابر بن عبد الله الأنصاري قال: سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن أول شيء خلقه الله فقال: هو نور نبيك يا جابر خلقه الله ثم خلق منه كل خير وخلق بعده كل شر، فحين خلقه أقامه قدامه في مقام القرب اثني عشر ألف سنة ثم جعله أربعة أقسام، فخلق العرش من قسم والكرسي من قسم وحملة العرش وخزنة الكرسي من قسم، وأقام القسم الرابع في مقام الحب اثني عشر ألف سنة ثم جعله أربعة أقسام، فخلق القلم من قسم والروح من قسم والجنة من قسم وأقام القسم الرابع في مقام الخوف اثني عشر ألف سنة، ثم جعله أربعة أجزاء فخلق الملائكة من جزء وخلق الشمس من جزء وخلق القمر والكواكب من جزء وأقام الجزء الرابع في مقام الرجاء اثني عشر ألف سنة، ثم جعله أربعة أجزاء فخلق العقل من جزء والحلم والعلم من جزء والعصمة والتوفيق من جزء وأقام الجزء الرابع في مقام الحياء اثني عشر ألف سنة.
 ثم نظر إليه فترشح ذلك النور عرقًا فقطرت منه مائة ألف وعشرون ألفًا وأربعة ءالاف قطرة فخلق الله تعالى من كل قطرة روح نبي أو رسول، ثم تنفست أرواح الأنبياء فخلق الله من أنفاسهم نور أرواح الأولياء والسعداء والشهداء والمطيعين من المؤمنين إلى يوم القيامة، فالعرش والكرسي من نوري، والكروبيون والروحانيون من الملائكة من نوري، وملائكة السموات السبع من نوري، والجنة وما فيها من النعيم من نوري، والشمس والقمر والكواكب من نوري، والعقل والعلم والتوفيق من نوري، وأرواح الأنبياء والرسل من نوري، والشهداء والسعداء والصالحون من نتائج نوري، ثم خلق الله اثني عشر حجابًا فأقام النور وهو الجزء الرابع في حجاب ألف سنة وهي مقامات العبودية وهي حجاب الكرامة والسعادة والرؤية والرحمة والرأفة والحلم والعلم والوقار والسكينة والصبر والصدق واليقين فعبد الله ذلك النور في كل حجاب ألف سنة، فلما خرج النور من الحجب ركّبه الله في الأرض فكان يضيء بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ كَالسِّرَاجِ فِي اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، ثُمَّ خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ مِنْ الْأَرْضِ وركب فيه النور في جبينه ثم انتقل منه إلى شيث ولده، وكان ينتقل من طاهر إلى طيب إلى أن وصل إلى صلب عبد الله بن عبد المطلب ومنه إلى زوجه أمي ءامنة، ثم أخرجني إلى الدنيا فجعلني سيد المرسلين وخاتم النبيين ورحمة للعالمين وقائد الغر المحجلين هكذا كان بدء خلق نبيك يا جابر" ا.هـ. [11]

Dari Jabir ibn Abdullah al-Anshory berkata: saya bertanya kepada Rosulullah tentang makhluk pertama yang Allah ciptakan maka  Nabi bersabda: “Yang pertama Allah ciptakan adalah cahaya Nabimu wahai Jabir, kemudian ia ciptakan darinya segala kebaikan dan ia ciptakan setelahnya segala keburukan, kemudian ketika ia ciptakan maka ia tempatkan cahaya tersebut dalam tempat kedekatan selama 12000 tahun, kemudian menjadikannya empat bagian, maka ia ciptakan Arsy dari suatu bagian, kursi dan pembawa Arsy dari suatu bagian dan penjaga kursi dari bagian yang lain. Dan ia tempatkan bagian keempat dalam tempat cinta selama 12000 tahun, kemudian menjadikannya empat bagian, maka ia ciptakan al-Qolam (pena) dari suatu bagian, ruh dari suatu bagian dan surga dari bagian yang lain. Dan ia tempatkan bagian keempat dalam tempat rasa takut selama 12000 tahun kemudian mejadikannya empat bagian, maka ia ciptakan malaikat dari suatu bagian, matahari dari suatu bagian dan bulan dan bintang-bintang dari bagian yang lain. Maka Arsy dan kursi tercipta dari cahayaku dan akal, ilmu, taufiq dari cahayaku, ruh para nabi dan rosul dari cahayaku, Dan ia tempatkan bagian keempat dalam tempat harapan selama 12000 tahun kemudian mejadikannya empat bagian, maka ia ciptakan akal dari suatu bagian, kasih sayang dan ilmu dari suatu bagian dan pemeliharan dan taufiq dari bagian yang lain. Dan ia tempatkan bagian keempat dalam tempat  rasa malu selama 12000 tahun kemudian ia melihat kepada cahaya tersebut maka ia pun menjadi keringat yang menetes darinya 124000 tetesan, maka Allah menciptakan dari setiap tetesnya ruh nabi dan rosul,  kemudian ruh-ruh tersebut bernafas dan Allah ciptakan dari nafas-nafas mereka cahaya ruh para wali, orang-orang yang selamat, para syuhada dan orang-orang yang taat sampai hari kiamat, maka Arsy dan kursi dari cahayaku, ruhaniun malaikat dari cahayaku, malaikat-malaikat langit yang tujuh dari cahayaku dan surga beserta kenikmatannya dari cahayaku, matahari bulan dan bintang-bintang dari cahayaku, dan para syuhada orang-orang yang selamat, orang-orang yang sholeh dari buah hasil cahayaku.
 Kemudian Allah ciptakan 12 hijab dan menjadikan cahaya yang merupakan bagian keempat dalam hijab seribu tahun. Ini adalah tempat-tempat penghambaan, yaitu tabir martabat, kebahagiaan, penglihatan, belas kasihan, mimpi, ilmu pengetahuan, martabat, ketenangan, kesabaran, kejujuran dan kepastian. Maka cahaya tersebut menyembah Allah di setiap hijab selama 1000 tahun, dan ketika cahaya itu keluar dari hijab-hijab tersebut Allah jadikan ia di bumi maka iapun menyinari timur dan barat lalu Allah ciptakan Adam dan menjadikan cahaya itu di dahinya dan kemudian pindah dari sana ke putranya, Shith, dan ia pindah dari Thohir sampai  datang ke tulang sulbi Abdullah bin Abdul Mutthalib dan dari Abdullȃh ke ibunya Aminah, dan kemudian membawaku ke dunia ini. Demikianlah awal dari penciptaan nabimu wahai Jabir”.
Adapun lafadz yang disebutkan oleh Al-Ajluni yang ia nisbatkan kepada Mushonaf Abdurrozzak adalah:
"عن جابر بن عبد الله قال: قلت: يا رسول الله بأبي أنت وأمي أخبرني عن أول شىء خلقه الله قبل الأشياء قال: يا جابر إن الله تعالى قد خلق قبل الأنبياء نور نبيك من نوره فجعل ذلك النور يدور بالقدرة حيث شاء الله ولم يكن في ذلك الوقت لوحٌ ولا قلمٌ ولا جنةٌ ولا نارٌ ولا ملكٌ ولا سماءٌ ولا أرضٌ ولا شمسٌ ولا قمرٌ ولا جنٌّ ولا إنسٌ، فلما أراد الله تعالى أن يخلق الخلق قسم ذلك النور أربعة أجزاء فخلق من الجزء الأول القلم ومن الثاني اللوح ومن الثالث العرش، ثم قسم الجزء الرابع أربعة أجزاء فخلق من الأول حملة العرش ومن الثاني الكرسي ومن الثالث باقي الملائكة، ثم قسم الجزء الرابع أربعة أجزاء فخلق من الأول السموات ومن الثاني الأرضين ومن الثالث الجنة والنار، ثم قسم الجزء الرابع أربعة أجزاء فخلق من الأول نور أبصار المؤمنين ومن الثاني نور قلوبهم وهي المعرفة بالله تعالى ومن الثالث نور أنفسهم وهو التوحيد لا إله إلا الله محمد رسول الله صلى الله عليه وسلم". ا.هـ [12] .
Dari Jabir ibn Abdullah ia berkata: Wahai Rasulullah, bapak dan ibuku menjadi tebusan dirimu beritahu kepadaku tentang perkara terawal yang diciptkan Allah sebelum segala sesuatu. Rosul menjawab: Wahai Jabir, sesungguhnya Allah jadikan sebelum segala sesuatu cahaya Nabimu ia ciptakan dari cahaya-Nya, kemudian Ia jadikan Nur itu berputar dengan Qudrat sebagaimana yang ia kehendaki, dalam masa itu tiada Lauh (Lauh Mahfuz), tiada Qalam, surga dan neraka, tiada malaikat, langit, bumi, matahari, bulan, jin dan manusia.
Maka ketika Allah menghendaki menciptakan sekalian makhluk Allah membagi Nur itu menjadi empat bagian, dari bagian pertama ia ciptakan al-Qalam, dari bagian yang kedua ia ciptakan Lauh (Lauh Mahfuz), dari yang ketiga ia ciptakan ‘Arsy, kemudian ia membagi bagian yang keempat itu menjadi empat bagian, maka dari bagian yang pertama ia ciptakan malaikat penopang ‘Arsy, dari bagian yang kedua ia ciptakan Kursi, dari bagian yang ketiga ia ciptakan malaikat-malaikat lain. Kemudian ia membagi bagian yang keempat menjadi empat bagian lagi, dari   yang pertama ia ciptakan langit-langit, dari yang kedua bumi-bumi, dari yang ketiga Surga dan Neraka.
Kemudian yang keempatnya dibagi menjadi empat bagian: dari yang pertama ia ciptakan cahaya pandangan mata orang-orang muslim, dari yang kedua ia ciptakan cahaya hati mereka, yaitu ma’rifat terhadap Allah, dari yang ketiga ia ciptakan cahaya jiwa mereka yaitu “tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, Muhammad Rasulullah”.

Lafadz riwayat  yang lain berbunyi:

إنَّ اللَّهَ تَعَالَى خَلَقَ نُورَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَزَّأَهُ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ فَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الْأَوَّلِ الْعَرْشَ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الثَّانِي الْقَلَمَ، وَخَلَقَ مِنَ الثَّالِثِ اللَّوْحَ، ثُمَّ قَسَّمَ الْجُزْءَ الرَّابِعَ وَجَزَّأَهُ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الْأَوَّلِ الْعَقْلَ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الثَّانِي الْمَعْرِفَةَ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الثَّالِثِ نُورَ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ وَنُورَ الْأَبْصَارِ وَنُورَ النَّهَارِ، وَجَعَلَ الْجُزْءَ الرَّابِعَ تَحْتَ سَاقِ الْعَرْشِ مَدْخُورًا[13]
Artinya: Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadi Nur Muhammad, maka Ia membaginya menjadi empat bagian. Allah menjadikan Arsy dari bagian pertama, menjadikan Qalam dari bagian kedua dan menjadikan ruh dari bagian ketiga. Kemudian membagi bagian yang keempat dalam empat bagian, menjadikan akal dari bagian pertama menjadikan ma’rifah, dari bagian kedua menjadikan cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya abshar (penglihatan) dan cahaya siang hari dari bagian ketiga dan menjadikan dari bagian yang keempat tersimpan di bawah penyangga Arsy.
Dari riwayat-riwayat yang disebutkan di atas dapat kita lihat adanya perbedaan lafadz yang sangat jelas dari setiap riwayat dan perbedaan ini sangat besar dan tidak bisa dikumpulkan yang membuat hadis ini dihukumi sebagai hadis mudthorib.
Problematika selanjutnya dalam hadis ini adanya pertentangan dengan nash-nash yang lain baik al-Qur’an maupun hadis seperti yang disebutkan olel Syeikh Abu Abdurrahman Abdullah al-Harari, dalam kitab Sharȋh al-Bayan,[14] beliau menolak pendapat yang mengatakan Nur Muhammad merupakan ciptaan Allah yang pertama, menurutnya makhluq pertama ciptaan Allah adalah air. Argumentasi yang menentang Nur Muhammad menjadi makhluk pertama karena ia bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an diantaranya sebagai berikut:

1.     Firman Allah Ta’ala berbunyi:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
Artinya: Kami jadikan setiap sesuatu yang hidup dari air. (Q.S. al-Anbiya: 30)
2.     Abdurrazaq dalam menafsirkan firman Allah Q.S Hud: 7 yang berbunyi:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
 Beliau mengutip perkataan Qatadah berbunyi:
هَذَا بَدْءُ خَلْقِهِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ
Artinya: Ini adalah permulaan penciptaannya sebelum menciptakan langit dan bumi. [15]

3.     Mujahid dalam menafsirkan firman Allah Q.S Hud: 7 di atas mengatakan:

قبل أن يخلق شيئًا.
Artinya: sebelum menciptakan sesuatupun.
Adapun dari nash hadis maka hadis ini bertentangan dengan:
1.   Hadis riwayat al-Bukhari dan al-Baihaqi berbunyi:
كان الله ولم يكن شيء غيره، وكان عرشه على الماء
Artinya: Allah ada pada azal (keberadaan tampa permulaan) dan tidak ada sesuatupun selainnya, Arsy ketika itu tercipta di atas air. (H.R. Bukhari dan al-Baihaqi).[16]

Artinya Arsy tercipta di atas air maka air sudah tercipta sebelum Asry dan keduanya merupakan yang pertama dibandingakan yang lain

2.   Hadis Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
كُلُّ شَيْءٍ خُلِقَ مِنَ الْمَاءِ وفي لفظ: "أن الله تعالى خلق كل شيء من الماء".
Artinya: Setiap sesuatu diciptakan dari air (H.R. Ibnu Hibban)
3.   Diriwayat oleh al-Suddy dalam tafsirnya dengan sanad yang berbeda-beda, berbunyi:
أَنَّ اللَّهَ لَمْ يَخْلُقْ شَيْئًا مِمَّا خَلَقَ قَبْلَ الْمَاءِ
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak menciptakan sesuatupun dari apa yang telah diciptakan-Nya sebelum air.
Problematika terakhir dari hadis yang masyhur ini adalah dari segi sanad hadis, setelah peneliti telusuri hadis ini tidak ditemukan pada kitab-kitab yang ditulis khusus untuk meriwatkan hadis-hadis Shahih. Seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Shahih Ibnu Khuzaimah dan Shahih Ibnu Hibban. Begitu juga dengan kitab induk hadis yang lain yang termasuk ke dalam kutub as-Sittah selain Shahih Bukhari dan Muslim, yaitu Sunan an-Nasa`i, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Tirmidzi, dan Sunan Ibn Majah tidak sedikit pun menyebutkan atau meriwayatkan hadis ini.
Penulis pun mencoba menelusuri hadis ini dari kitab-kitab hadis yang lain yang terkenal diantaranya: Musnad Imam Hambal, Muatho Imam Malik, Musnad Imam Syafi’i, al-Mu’jam al-Kabir, al-Ausath, dan ash-Shogir Imam al-Thobrani, Musnad Ibn Abi Syaibah, Sunan Al-Baihaqiy, Sunan Ad-Daruquthniy, Sunan Ad-Darimiy dan al-Mustadrok Imam Hakim. Dari keseluruhan kitab-kutab hadis yang ini tidak ada satu pun yang meriwayatkan hadis Jabir. Lalu dalam kitab apa hadis ini diriwayatkan? Para pendukung konsep Nur Muhammad menisbatkan hadis ini kepada Abdurrozzaq atau tepatnya Mushonnaf Abdurrozzaq maka penulispun mencari hadis ini dalam mushonnaf tersebut tapi tetap tidak menemukan di dalamnya.
Adapun Abdurrozzaq bin Hamam bin Nafi’ al-Humayriy Abu Bakr al-Shan’aniy sendiri maka ia adalah seorang ulama yang hidup di masa salaf, yang lahir pada tahun 162 Hijrah dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 211 Hijrah. menurut Ibn Abi Haysimah yang diriwayatkan dari Yahyâ bin Ma’in, adalah satu tabaqah (generasi) dengan Sufyân al-Tsawriy. Demikian pula pandangan Ahmad bin Sâlih al-Misriy (w. 248 H.), Bahkan, Abû Zur’ah al-Dimasqiy (200-264 H.) berpendapat, bahwa Abdurrozzaq adalah salah seorang yang dhâbit (kuat hapalannya). Abû Hâtim al-Raziy (w. 477/478 H.) berpendapat bahwa Abdurrozzaq adalah tsiqqah. Al-‘Amiri juga berpendapat bahwa Abdurrozzaq itu adalah tsiqah, Abû Zur’ah al-Dimashqiy pernah bertanya kepada Ahmad bin Hanbal, siapakah yang paling kuat hafalannya antara Ibn Jurayj (w. 149/150 H.), Abdurrozaq, dan al-Barsanȋ? Ahmad bin Hanbal menjawab Abdurrozaq sebagaimana yang dikatakan kepada Ahmad bin sholeh bertanya Ahmad bin Hanbal apakah kamu melihat orang yang lebih baik dalam hadis dari Abdurrozzaq maka ahmad menjawab tidak.[17]
Walaupun Abdurrozzaq tsiqoh tetap saja hadis ini dipermasalahkan karena yang jadi masalah adalah bukan status Abdurrozzaq dalam periwayatan hadis tapi apakah benar penisbatan hadis ini kepada Abdurrozzaq padahal tidak ada bukti yang jelas akan hal tersebut, ditambah Muhadis Abdullah Al-Harary berkata bahwa sanad yang mereka sebutkan terputus diantara Ishaq Ibn Ad-Dabary dan Abdurrozzaq. Maka seandainya hadis ini benar penisbatannya kepada Abdurrozzaq tetap saja bermasalah karena sanadnya terputus.
As-Suyuthi, salah seorang ulama besar dalam Mazhab Syafi’i ditanya tentang hadis penciptaan Nur Muhammad, Beliau menjawab:
“Hadis yang disebut dalam pertanyaan, tidak ada sanadnya yang dapat dijadikan pegangan.”[18]




D.  Penutup
Dari pemaparan yang telah penulis jelaskan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa dalam masalah keyakinan Nur Muhammad terdapat tiga perbedaan pandangan diantara umat Muhammad, yang pertama kelompok yang menolak hadis dan konsep Nur Muhammad secara mutlak, yang kedua kelompok yang menerima dan meyakini hadis ini sesuai dengan makna dzahirnya bahwa makhluk yang pertama adalah Nur Muhammad dan yang ketiga adalah kelompok yang memegang teguh keyakinan ini hingga tingkatan meyakini keyakinan Wahdatul Wujud yang bertentangan dengan aqidah Islam.
Adapun hadis-hadis yang menjadi dasar keyakinan Nur Muhammad bisa dikategorikan menjadi dua macam; yang pertama yang menyebutkan secara shorih atau jelas, kedua yang hanya mengandung makna yang mendukung makna yang shorih walaupun tidak jelas menyebutkan Nur Muhammad secara nashnya.
Sedangkan yang menyangkut problematika hadis ini, maka dapat kita simpulkan beberapa perkara diantarnya: pertama, dari segi matan hadis ini sangat bermasalah baik dari aspek lafadz, makna, atau perbandingan dengan ayat-ayat atau hadis-hadis yang lain. Kedua, dari segi sanad hadis ini tidak bisa dipastikan secara pasti tentang sanad dan perawinya, sekalipun terdapat sanad maka sanadnya dipastikan terputus. Dan tidak ada satu ulamapun yang men-tashih sanad hadis ini bahkan lebih banyak dari mereka yang mengatakan hadis ini palsu.
Maka dari sini dapat kita ketahui orang yang tidak meyakini bahwa Nur Mauhammad makhluk pertama yang Allah ciptakan, tidak sedikitpun bertentangan dengan syariat dan tidak mendapat dosa apapun, adapun sebaliknya maka haruslah benar-benar kembali kepada ayat-ayat dan hadis-hadis yang diterima oleh kaidah-kaidah syariat dan tidak mengunggulkan dalil yang lemah bahkan tertolak atas dalil yang kuat.












DAFTAR PUSTAKA

Abd Mun’im Salim, Amr.  Al-Mu’allim fi Makrifah ‘Ulum al-Hadis wa Tatbiqatih al-‘Ilmiyah. Riyadh: Dar Tadmiriyyah, 2005
Abdurrozzaq. Tafsir Abdurrozzaq. Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1419
Al-‘Asqalani, Ibn Hajar. Tahdhib al-Tahdhib Wa Taqrib al- Tahdhib. Beirut: Dar al-Fikr, 1995
Al-‘Ajlûny, Muhammad. Kashf al-Khaf ȃ Wa Muzil al-Ilbȃs ‘Amman Ishtahara Min al-Hȃdith Ala Alsinat al-Nȃs. Beirut: Dȃr al-Kutub al-Isl ȃmiy,1998
Al-Bantani, Nawawi. Targhibul Musytaqin li Bayani Manzhumatis Sayyid Al-Barzanji Zainil Abidin fi Maulidi Sayyidil Awwalin wal Akhirin. Surabaya, Al-Hidayah: tt
Al-Bajuri, Ibrahim. Hasyiah Matn al-Burdah. Cairo: Maktabah al-‘Adab
Al-Bantani, Nawawi. Madarij al-Su’ud. Bandung: Syirkah al-Ma’arif
Al-Bukhori, Muhammad ibn Ismail Abu Abdillah. Shahih al-Bukhori. Beirut; Daar Tȗq An-Najah, 1422
Al-Ghumary, Abdullah. Mursyid Hâir Libayani Wadh’i Hadîs Jabir, Beirut: Syirkah Dȃr el-Masyarȋ
Al-Harari, Abdullȃh. Shorȋh al-Bayȃn Fȋ ar-Raddi Ala Man Khȃlafa al-Quran, (Beirut: Syirkah Dȃr al-Masyarȋ, 2008) h, 247
Al-Harari, Abdullah. Risalah Fi Bayâni Butlâni Awwaliah An-Nur Al-Muhammady. Beirut: Syirkah Dȃr el-Masyarȋ, 2001
Al-Haitami, Ibnu Hajar. al-Fatawa al-Haditsiyah. Beirut: Dȃr el-Fikr, t.t
Al-Haitami, Ibnu Hajar. Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1998
Al-Haitami, Ibnu Hajar. al-Ni’mah al-Kubra ‘ala al-Alam fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam. Istambul: Maktabah al-Haqiqah, 2011
Ibn Manzur al-Ifriqi al-Misri, Muhammad. Lisan al-‘Arab. Bairut: Dar Sadir, tt
Mukhtar, Ahmad Mu’jam Al-Lugoh Al-Arobiyah Al-Mu’ashiroh. Kairo: Âlam al-Kutub, 2008
Ar-Razi, Muhammad. Mafâtîh al-Ghoib. Beirut: Daar Ihyâ at-Thurâs al-Aroby 2000
As-Shȃwȋ, Ahmad al-Mȃliki. Bulghah As-Salik Liaqrob al-Masâlik. Beirut: Daar el-Fikr
As-Suyuthi. al-Hawy lil Fatawa. Beirut: Dar al-Fikr, 2004
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1999


[1] Muhammad al-‘Ajlûny, Kashf al-Khaf ȃ’ Wa Muzil al-Ilbȃs ‘Amman Ishtahara Min al-Hȃdith ‘Ala Alsinat al-Nȃs. (Beirut: D ȃr al-Kutub al-Isl ȃmiy,1998) Jilid 1, h. 311/Jilid II, h. 129
[2] Muhammad Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghoib, (Beirut: Daar Ihyâ at-Thurâs al-Aroby 2000) h.   525
[3] Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Fatawa al-Hadisiyah, (Beirut: Dȃr el-Fikr, t.t), h. 206
[4] Ibnu Hajar al-Haitamy, Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1998) h. 36
[5] Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Ni’mah al-Kubra ‘ala al-Alam fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam, (Istambul: Maktabah al-Haqiqah, 2011) Hal. 4
[6] Syaikh an-Nawawi al-Bantani, Madarij al-Su’ud, (Bandung: Syirkah al-Ma’arif), h. 4
[7] Ibrahim al-Bajury, Hasyiah Matn al-Burdah, (Cairo: Maktabah al-‘Adab), Hal. 56
[8] Abdullah al-Harari, Risalah Fi Bayâni Butlâni Awwaliah An-Nur Al-Muhammady. (Beirut: Syirkah Dȃr el-Masyarȋ, 2001)  h. 57
[9] Abdullah al-Ghumary, Mursyid Hâir Libayani Wadh’i Hadîs Jabir, (Beirut: Syirkah Dȃr el-Masyarȋ, 2011)  
[10] Ahmad as-Shȃwȋ al-Mȃliki, Bulghah As-Salik Liaqrob al-Masâlik (Beirut: Daar el-Fikr), j.4, h.778

[12]Muhammad al-‘Ajlûny, Kashf al-Khaf ȃ’ WaMuzil al-Ilbȃs ‘Amman Ishtahara Min al-Hȃdith ‘Ala Alsinat al-Nȃs. (Beirut: Dȃr al-Kutub al-Islȃmiy,1998) Jilid 1, h. 311/Jilid II, h. 129
 [13] As-Suyuthi, al-Hawy lil Fatawa, (Beirut: Dar al-Fikr ,2004) Juz. I, Hal. 384
[14] Abdullȃh al-Harari, Shorȋh al-Bayȃn Fȋ ar-Raddi ‘Ala Man Khȃlafa al-Qur’an, (Beirut: Syirkah Dȃr al-Masyarȋ, 2008) h, 247

 [15] Abdurrozzaq, Tafsir Abdurrozzaq, (Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah,1419) j.2, h. 182
[16] Muhammad ibn Ismail Abu Abdillah al-Bukhori, Shahih al-Bukhori, )Beirut; Daar Tȗq An-Najah,1422), cet. 1, h. 124
[17] Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib Wa Taqrib al- Tahdhib, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), j. v, h. 311
[18]As-Suyuthi, al-Hawy lil Fatawa, (Beirut: Dar al-Fikr ,2004) Juz. I, Hal. 386


1 comment:

  1. Bagaimana dengan hadits ini?...

    Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

    خَلَقَ اللَّهُ عزَّ وجلَّ آدَمَ علَى صُورَتِهِ، طُولُهُ سِتُّونَ ذِراعًا

    “Allah ‘azza wa jalla menciptakan Adam dalam bentuk-Nya. Tinggi beliau 60 hasta.” (HR. Bukhari no.6227, Muslim no. 2841).

    Dalam riwayat Muslim,

    إذا قاتَلَ أحَدُكُمْ أخاهُ، فَلْيَجْتَنِبِ الوَجْهَ، فإنَّ اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ علَى صُورَتِهِ

    “Jika kalian saling berkelahi dengan saudaranya, maka jangan pukul wajah. Karena Allah ‘azza wa jalla menciptakan Adam dalam bentuk-Nya.” (HR. Muslim no. 2612).

    Dalam riwayat lain, dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

    إنَّ اللهَ خلق آدمَ على صورةِ الرَّحمنِ

    “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dalam bentuk Ar-Rahman.” (HR. Ad Daruquthni. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari [5/217] mengatakan, “sanadnya dan perawinya tsiqah”).

    APAKAH idhofahnya langsung ke Allah?...

    ADAM = ALLAH?...
    Atau kita sifati saja?...

    ReplyDelete