A. Taqsîm atau Jenis Hadis
Dilihat dari rawinya, hadis ini
tidak termasuk kategori hadis mutawatir, karena memang jumlah râwi tiap
tingkatannya tidak mencapai jumlah mutawatir. Akan tetapi, secara keseluruhan
hadis ini bisa dikatakan sebagai hadis ahad masyhur.[1]
Dari sisi matan, pernyataan
memberikan hak waris kepada yang berhak dari ahli waris
yang disebutkan sahabat Nabi di sini tergolong marfû’, khususnya marfu’
hukmiy.[2]
Alhasil, hadis ini adalah shahîh li dzâtih.
Sedang dari aspek kebersambungan
sanadnya, seluruh hadis yang berjumlah 24 jalur sanad, semuanya muttasil sampai
kepada Rasûlullah. Termasuk hadis dari kitab Bulugul Maram, yang sanadnya hanya disandarkan sampai kepada Rasulullah Saw, sepintas lalu dapat dikatakan terputus dan termasuk hadis Mauquf.[3]
Akan tetapi kalau diperhatikan lebih teliti, maka akan kelihatan bahwa hadis
tersebut bersambungan.
B. Tathbîq atau
Aplikasi Hadis
Dari sisi tathbîq, hadits tentang anjuran memberikan hak waris
kepada yang lebih berhak termasuk dalam kategori Maqbul Ma’mul bihi.[4]
Hadits tentang pembagian hak waris ini termasuk dalam golongan hadits yang Muhkam,
sebab di dalam hadits ini
banyak sekali membahas aspek hukum terutama yang menitikberatkan kepada
pembagian hak waris bagi laki-laki[5]
dan pembagian hak waris pagi perempuan.[6]
Pembagian kepada ahli waris sudah tertulis dalam al-Qur’an yaitu dalam surat
an-Nisa ayat 7-14 :
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا
مَفْرُوضًا (7)[7]
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ
فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا (8)[8]
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا
عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9)[9]
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ
فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا (10)[10]
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ
فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ
كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا
السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ
وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ
السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ
وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ
اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (11)[11]وَلَكُمْ
نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ
لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ
يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ
يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ
كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا
السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ
اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ (12)[12]
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
(13)[13]
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا
خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ (14)[14]
Dengan
demikian pembagian bagi ahli waris telah di tentukan di dalam al-Qur’an dan aplikasinya sesuai
dengan yang sudah Allah Swt atur di dalam al-Qur’an.
C. Mufradat
dan Maksud Lafal
Dari 24mashadir ashliyyah yang secara
detail hadisnya berjumlah 17buah, jika
dikelompokkan berdasarkan kemiripan redaksi maka didapatkan 3 kelompok hadis
yang memiliki kemiripan redaksi. Dalam redaksi intinya, 14 hadis menggunakan
frasa أمرuntuk
mengartikulasikan bentuk perintah, 2 hadis menggunakan frasaوجب serta 1 hadis menggunakan frasaمباح Selain karna sudah maklum sesuai kaidah
ushul, bahwasanya hukum asal dari perintah itu adalah menunjukkan hukum wajib,[15]juga
karna dalam redaksi hadis lain jelas tersurat frasa wajib, sehingga sudah dapat
dipastikan bahwa yang dimaksud dengan perintah dalam hadis ini adalah bermakna
wajib untuk melakukannya.
Kemudian dalam
substansi perintah yang diwajibkannya, yaitu pembagian waris, dari 17 hadis semuanya menggunakan frasa فرائض. Semua menunjukkan kearah makna yang sama, yaitu pemberian waris yang
didefinisikan sebagai bentuk pembagian sisa harta warisan setelah diambil oleh
pemilik bagian-bagian yang telah ditentukan itu menjadi milik ahli waris yang
mendapat bagian ashabah. Dalam pelaksanaannya laki-laki yang mendapatkan bagian
sisa ini adalah yang paling dekat dengan mayit. Jadi, laki-laki yang jauh tidak
dapat bagian ini selama ada laki-laki yang lebih dekat. Dalam kasus ini saudara
perempuan mendapat ½ sisanya menjadi milik saudara laki-laki.
Waris berasal dari kata(ورث يرث ارثا و ميراثا)
yang berarti warisan. Kata waris menurut bahasa artinya berpindah sesuatu dari
seseorang kepada orang lain. Sedangkan menurut istilah fiqh pengertian waris
ialah berpindahnya hak milik dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya
yang masih hidup, baik yang berupa harta benda, tanah, maupun sesuatu dari
hak-hak syara’. Mawaris juga disebut faraidh, bentuk jama’ dari kata (faridho)
atau (faradho) yang artinya ketentuan atau menentukan.
Para
ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kalimatأولى رجلٍyang terdapat di sebagian besar hadis diatas
adalah ahli waris yang terdekat nasabnya. Kata أولى
berasa dari kataالوحي yang sewazan dengan kataالرمي.
Dalam sebagian besar hadis ini kalimat diatas bukan diartikan dengan “yang
paling berhak”, berbeda dengan perkataan,الرجل أولى بماله,karna perkataan itu bisa diartikan “laki-laki itu berhak
atas hartanya”. Jika kalimat أولى رجل
diartikan dengan “laki-laki yang paling berhak” maka perkataan itu tidak ada
faedahnya, sebab kita tidak tahu siapa yang paling berhak dalam masalah ini.
Sabda
Rasulullah Saw.رجلٍ ذكرٍ“ahli
waris laki-laki”. Penyebutan kata laki-laki dalam hadis diatas untuk
menjelaskan bahwa jenis kelamin laki-laki itu penyebab utama mendapatkan bagian
ashabah (sisa pembagian harta waris) dan jatah yang banyak dalam warisan. Untuk
itulah, laki-laki mendapat bagian dua kali lipat bagian perempuan.[16]
D. Istinbath Ahkam dan Hikmah
Setelah
ketentuan hak waris telah ditentukan di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad Saw, para ulama tidak ada perbedaan di dalam menentukan bagian bagi
ahli waris dan semua ulama sepakat bahwa pembagian hak waris yang telah
ditetapkan Allah Swt dapat di amalkan dan terapkan di kehidupan.
Adapun
hukumnya adalah Fardlu ‘Ain[17]
apabila tidak ada yang mempelajarinya selain dirinya dan Fardlu Kifayah[18]
apabila sudah ada yang mempelajarinya. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw
yang di riwayatkan oleh Imam Ibn Majah dan Imam al-Hakim dalam kitab Mustadrak,
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلي الله
عليه وسلم : تعلموا الفرائض و علّموه النّاس فإنّه نصف العلم و هو يُنسي وهو أوّل
علم يُنزع من أمتي.[19]
Kemudian harta waris tidak akan bisa di
bagikan apabila belum memenuhi rukun dari waris, yaitu Waarits, Muwarrits,
dan Haqqun Mauruts. Adapun sebab diharuskannya melakukan pembagian waris
adalah Al-Nasab, Al-Nikah, dan Al-Wala’. Jadi apabila
mayyit meninggalkan anak maka hak waris jatuh kepada keturunanya, kemudian
apabila masih ada Istri/Suami maka ia mendapatkan hak warisnya, lalu Budak ia
juga mendapatkan hak waris dari tuannya.[20]
Selain
itu ada syarat-syarat seseorang harus mendapatkan hak waris, diantaranya adalahPertama,
hidupnya ahli waris ini harus jelas setelah kematian mayit. Kedua,
kematian mayit harus jelas, dan Ketiga, mengetahui siapa yang harus
mendapatkan hak waris. Adapun larangan seseorang tidak mendapatkan hak waris
yaitu, Pertama, karena sebab membunuh, Kedua, sebab Murtad
(keluar dari islam), dan Ketiga, Perbedaan Agama[21]
sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad Saw yaitu,
أَخْبَرَنَا
أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ وَأَبُو بَكْرٍ : أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ
وَأَبُو مُحَمَّدِ بْنُ أَبِى حَامِدٍ الْمُقْرِئُ وَأَبُو صَادِقٍ : مُحَمَّدُ
بْنُ أَبِى الْفَوَارِسِ الصَّيْدَلاَنِىُّ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ
: مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ : مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ
الصَّغَانِىُّ أَخْبَرَنِى أَبُو عَاصِمٍ عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ
عَنْ عَلِىِّ بْنِ حُسَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ
زَيْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« لاَ يَرِثُ
الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلاَ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ ». رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ
فِى الصَّحِيحِ عَنْ أَبِى عَاصِمٍ.[22]
Jadi dengan demikian terputusnya hak waris salah
satu penyebabnya adalah perbedaan agama, karena seseorang yang berbeda agama
tidak bisa mewariskan antara satu dengan yang lainnya sehingga terputuslah hak
warisnya.
Adapun
hikmahnya adalah Pertama, Memahami hukum-hukum yang telah ditentukan
oleh Allah Swt yang berkaitan dengan harta peninggalan. Kedua, Terhindar
dari ketidak tahuan dan kelangkaan orang-orang yang paham terhadap pembagian
waris. Ketiga, Pembagian waris dapat dilaksanakan dengan sebaik mungkin.
Dan Keempat, Terhindarnya dari perselisihan dari pembagian harta waris
karena tidak ada aturannya atau ketidak tahuan dalam masalah pembagian waris
ini.
F.
Musykilat
fi Tafhim dan Tathbiq
Adapun yang
biasanya terjadi kesulitan itu dalam pemahaman tentang pembagian hak waris dan
juga penerapannya, sehingga para ulama menjelaskan bagian-bagian yang telah
ditetapkan oleh Allah Swt didalam al-Qur’an. Dalam ilmu waris itu terbagi
menjadi dua yaitu, Pertama, Ashabul Furudh al-Muqaddarah.[23]Kedua,
‘Asabah.[24]
Ashabul Furudh al-Muqaddarah terbagi menjadi ke dalam enam bagian
diantaranya adalah :
·
Bagian Setengah ( ½ ) yang mendapatkan setengah ada tiga
orang yaitu Pertama, Zaujh (Suami) ia bisa dapet setengah apabila
si mayit tidak punya anak (keturunan) sebagimana yang Allah firmankan,
لقوله
سبحانه وتعالى : {وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن
لَّهُنَّ وَلَدٌ}.
Kedua, Anak perempuan yang sendiri dapat setengah apabila
tidak anak laki-laki yang bersamanya sebagaimana yang Allah firmankan,
لقوله عز وجل : {وَإِن كَانَتْ
وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ}.
Ketiga, Saudara sebapak dan seibu dapat setengah apabila tidak
ada anak perempuan dan saudara laki-laki sekandung dari si mayit sebagimana
firman Allah,
لقوله سبحانه وتعالى : {وَلَهُ
أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ}.
·
Bagian seperempat ( ¼ ) yang mendapatkan seperempat yaitu
Suami apabila mayit punya anak dan Istri apabila si mayit tidak punya anak
sebagaimana firman Allah Swt,
لقوله
سبحانه وتعالى : {فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ
مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا
تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ}.
·
Bagian seperdelapan ( 1/8 ) yang mendapatkan seperdelapan
bagi Istri apabila si mayit mempunyai anak sebagaimana firman Allah Swt,
لقوله
سبحانه وتعالى : {فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا
تَرَكْتُم}.
·
Bagian sepertiga ( 1/3 ) yang mendapatkan
sepertiga ada dua orang yaitu, Pertama, Ibu dapat sepertiga apabila si
mayit tidak mempunyai anak dan tidak ada dua saudara perempuan dari mayit,
sebagaimana yang Allah Swt firmankan,
لقوله عز
وجل : {فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ
الثُّلُثُ}.
Kedua, dua anak
dari ibu baik yang laki-laki ataupun yang perempuan dan keduanya sama,
sebagaimana firman Allah,
لقوله سبحانه
وتعالى : {فَإِن كَانُوَا أَكْثَرَ مِن ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاء فِي الثُّلُثِ}.
·
Bagian seperenam ( 1/6 ) yang mendapatkan
seperenam ada tujuh orang diantaranya adalah :
Pertama, Bapak jika
si mayit gak punya anak, dan Ibu apabila si mayit punya anak, atau ada dua
orang saudara dari mayit, maka yang demikian mendapatkan seperenam sebagaimana
firman Allah,
لقوله سبحانه وتعالى :
{وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ
لَهُ وَلَدٌ}.
Kedua, saudara
perempuan sebapak atau lebih, saudara laki-laki se ibu atau saudara perempuan
se ibu maka mereka dapat seperenam, sebagaimana yang Allah firmankan dalam
al-Qur’an,
لقوله سبحانه وتعالى : {وَلَهُ
أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ}.
·
Bagian dua pertiga ( 2/3 ) yang mendapatkan
dua pertiga ada empat orang diantaranya adalah :
Pertama, dua anak
perempuan kandung dia dapet dua pertiga selama tidak ada anak laki-laki
kandung, sebagaimana Allah firmankan dalam al-Qur’an,
لقوله سبحانه وتعالى : {فَإِن
كُنَّ نِسَاء فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ}.
Kedua, dua saudara
perempuan dari bapak atau dari ibu mereka dapet dua pertiga sebagaimana yang
Allah firmankan dalam al-Qur’an,
لقوله سبحانه وتعالى : {فَإِن
كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ}.
Ketiga, dua cucu
perempuan dari anak laki-laki dapet dua pertiga.
Keempat, dua saudara
perempuan kandung atau lebih maka mereka dapat dua pertiga.
Dengan
demikian pembagian yang telah dituliskan di dalam al-Qur’an maka dari itu
sebaiknya apabila ada masalah tentang pembagian hak waris harus kembali kepada
al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.
G. Fiqh Syarh
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ:
حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ طَاوُوسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَلْحِقُوا
الفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ.
Telah menceritakan kepada kami
'Abdullah bin 'Abdurrahman; telah mengabarkan kepada kami Muslim bin Ibrahim;
telah menceritakan kepada kami Wuhaib; telah menceritakan kepada kami Ibnu
Thawus dari bapaknya dari Ibnu 'Abbas dari Nabi shallallahu 'alaihiwasallam,
beliau bersabda: "Serahkanlah urusan Al Fara`idh kepada ahlinya. Sedangkan
apa yang tersisa maka itu untuk laki-laki.[25]
Hadits ini lebih spesifik membahas
warisan yang diterima ahli waris dengan bagian ashabah[26].
Para ulama telah sepakat bahwa sisa harta warisan setelah diambil oleh pemilik
bagian-bagian yang telah ditentukan itu menjadi milik ahli waris yang mendapat
bagian ashabah. Dalam pelaksanaannya laki-laki yang mendapat bagian sisa
ini adalah yang paling dekat dengan mayit. Contohnya, seseorang meninggal dunia
dan ahli warisnya hanya terdiri dari saudara perempuan, saudara laki-laki, dan
paman. Dalam kasus ini saudara perempuan mendapat setengah, sisanya menjadi
milik saudara laki-laki, sementara paman tidak mendapatkan apa-apa.[27]
Para sahabat kami membagi ashabah
menjadi tiga;
1. Ashabah
bi nafsih[28] (ahli waris yang menjadi ashabah dengan
sendirinya), yaitu anak laki-laki, cucu laki-laki dari ank laki-laki, ayah,
paman, anak laki-laki dari paman (sepupu), paman ayah, kakek, dan seterusnya.
Khusus untuk ayah dan kakek terkadang mereka berdua mendapat bagian ashabah
saja, atau seperenam, atau mendapat kedua-duannya, ashabah dan
seperenam. Contohnya, jika seseorang meninggal dunia, dan ahli warisnya adalah
anak laki-laki, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, maka ayah hanya
mendapatkan bagian seperenam. Jika mayit tidak meninggalkan anak laki-laki atau
cucu laki-laki dari anak laki-laki, maka ayah mendapat bagian ashabah
saja. Dan jika ahli waris terdiri dari satu anak perempuan, atau satu cucu
perempuan dari anak laki-laki, atau dua anak perempuan, atau dua cucu perempuan
dari anak laki-laki, maka mereka mengambil bagian yang telah ditentukan, dan
ayah mendapatkan seperenam dan ashabah.
2. Ashabah
bi ghairihi[29](ahli waris yang menjadi ashabah karena
ada ahli waris lainnya), yaitu anak perempuan jika ada anak laki-laki, cucu
perempuan dari anak laki-laki jika ada cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan
saudara perempuan jika ada saudara laki-laki.
3. Ashabah
ma’a ghairihi[30](ahli waris yang menjadi ashabah bersama
ahli waris yang lain), yaitu saudara-saudara perempuan kandung atau seayah
bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Cintohnya,
seseorang mati meninggalkan anak perempuan dan saudara perempuan sekandung atau
seayah, maka anak perempuan mendapatkan setengah, dan saudara perempuan mendapatkan
ashabah (sisa). Jika ia meninggalkan ahli waris yang terdiri dari 2 anak
perempuan, 2 cucu perempuan dari anak laki-laki, dan saudara perempuan kandung
atau seayah, maka 2 anak perempuan mendapatkan dua ertiga, dan sisanya untuk
saudara perempuan, sedangkan cucu perempuan tidak mendapatkan apa-apa karena
telah diberikan kepada ahli waris perempuan yang lain dimana mereka mendapatkan
dua pertiga.
Para sahabat kami mengatakan, “Ashabah
bi nafsih adalah setiapa laki-laki yang mempunyai hubungan nasab dengan
mayit dan tidak melalui jalur perempuan”. Kaidahhnya, jika mereka menjadi ahli
waris sendirian maka mereka mendapat semua harta warisan. Dan jika bersama
dengan orang-orang yang mendapatkan bagian yang telah ditentukan dan mereka
menghabiskan harta warisan, maka ia tidak mendapatkan apa-apa. Dan jika mereka
tidak menghabiskannya maka dia mendapatkan sisanya.
Berikut
ini adalah urutan ashabah mulai dari yang paling dekat nasabnya:
1. Anak
laki-laki
2. Anak
laki-laki dari anak laki-lakinya (cucu laki-laki dari anak laki-laki)
3. Ayah
4. Kakek
jika tidak ada saudara laki-laki
5. Saudara
laki-laki jika tidak ada kakek, jika keduanya ada maka ulama berbeda pendapat
tentangnya
6. Keponakan
laki-laki dari saudara laki-laki
7. Anak
laki-laki dari cucu laki-laki sampai berikutnya
8. Paman
ayah
9. Anak
laki-laki dari paman ayah sampai berikutnya
10. Paman
kakek
11. Anak
laki-laki dari paman kakek sampai berikutnya
12. Paman
dari kakek ayah
13. Anak
laki-lakinya, dan seterusnya.
Ashabah yang berhubungan nasab dengan mayit lewat jalur
kedua orang tua lebih diutamakan daripada ahli waris yang mempunyai hubungan
lewat jalur ayah saja. Untuk itu, saudara kandung lebih diutamakan daripada
paman seayah. Saudara seayah lebih didahulukan daripada keponakan dari saudara
kandung, karena garis nasab saudara lebih dekat dan kuat. Keponakan dari
saudara laki-laki seayah lebih didahulukan daripada paman kandung. Paman seayah
lebih didahulukan daripada anak laki-laki paman kandung, dan seterusnya.
Jika seseorang meninggalkan anak perempuan,
saudara perempuan kandung, dan saudara laki-laki seayah, maka pembagiannya
menurut madzhab kami dan mayoritas ulama adalah anak perempuan mendapatkan
bagian setengah dan sisanya untuk saudara perempuan. Sedangkan saudara
laki-laki seayah tidak mendapatkan apa-apa. Sementara menurut Ibnu Abbas
pembagiannya adalah anak perempuan mendapatkan bagian setengah dan sisanya untuk saudara laki-laki
seayah. Sedanglan saudara perempuan tidak memdapatkan apa-apa. Dan hadis di
atas lebih dekat dengan pendapat Ibnu Abbas ini.[31]
Makna
Global
Nabi saw memerintahkan pihak yang
membagikan warisan agar membagikan kepada yang berhak secara adil seperti yang
dikehendaki Allah swt. para pemilik bagian-bagian yang telah ditentukan dalam
kitab Allah swt berhak mendapat bagiannya, yaitu dua pertiga, sepertiga,
seperenam, separuh, seperempat, dan seperdelapan.
Jika ada
sisa setelah itu diberikan kepada laki-laki yang paling dekat dengan mayit
karena mereka adalah asal ashabah. Mereka lebih didahulukan sesuai
urutan kedudukan dan kedekatan dengan mayit, seperti yang akan dijelaskan
berikut setelah penjelasan ashabul furudh (para ahli waris yang mendapat bagian
tertentu).[32]
Ringkasan Waris Dan Cara Pembagiannya Bersumber
Dari Al-Qur’an Dan Hadis Di Atas.
Kita mulai dari pembagian waris untuk
para ahli waris yang memiliki bagian tertentu seperti yang dimulai dan
disebutkan Allah dengan bagian-bagian yang telah Dia tentukan agar kita
mengetahui seberaa besar bagian mereka. Seperti telah disinggung sebelumnya,
para ahli waris yang mengambil sisa setelah bagian ashabul furudh[33]
adalah ashabah. Bagian-bagian yang telah ditentukan Allah dalam
kitab-Nya ada 6: separuh, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga dan
seperenam. Masing-masing ada pemilik tersendiri.
1. Separuh
untuk anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya kebawah, berdasarkan firman Allah swt
...وَإِنْ كَانَتْ
وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ...
yang artinya:
”Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah
(harta yang ditinggalkan). (QS. An-Nisa : 11) Cucu perempuan dari anak
laki-laki sama dengan ank perempuan. Ketentuan waris ini disepakati ulama,
dengan syarat tidak disertai anak laki-laki. Suami juga mendapat separuh,
dengan syarat istri tidak memiliki anak baik laki-laki maupun perempuan
berdasarkan firman Allah Swt:
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ
أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ......
“Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua
dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai
anak.” (QS. An-Nisa: 13). Juga untuk saudara perempuan sekandung. Jika tidak
ada, maka saudara perempuan seayah jika tidak ada anak atau cucu pewaris
berdasarkan firman Allah swt:
إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ
لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ......
“ Jika
seseorang meninggal dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara
perempuan, maka baginya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang
ditinggalkan”, (QS. An-Nisa: 176)
Anak perempuan
yang dimaksud adalah anak kedua orang tua (sekandung), atau anak ayah (seayah)
berdasarkan ijma.
2. Seperempat
untuk suami-suami jika ada anak atau cucu, berdasarkan firman Allah swt:
فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْن......
”Jika
mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkan.” (QS. An-Nisa: 12)
Juga
untuk seorang istri atau lebih jika tidak ada anak atau cucu, berdasarkan
firman Allah swt:
... وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ
وَلَدٌ
“Para
istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak.“ (QS. An-Nisa: 12)
Seperdelapan
untuk seorang istri atau lebih jika ada anak cucu berdasarkan firman Allah swt,
فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ
”Jika
kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan.” (QS. An-Nisa: 12)
3. Dua
pertiga untuk dua cucu perempuan jika tidak disertai cucu lelaki, dalilnya
adalah hadis istri Sa’ad bin Rabi’, Sa’ad datang menemui Nabi saw berkata: dua
putri ini adalah anak Sa’ad, ayah mereka berdua terbunuh bersama saat perang
uhud sebagai syahid, dan paman mereka berdua mengambil harta mereka tanpa
memisahkan pun, padahal keduanya tidak bisa menikah tanpa harta.” Nabi saw.
‘bersabda Allah akan memberikan keputusan terkait hal itu’. Setelah itu ayat
waris turun, Nabi SAW kemudian memamnggil paman kedua putrinya tersebut lalu
bersabda, ‘berikan dua pertiga kepada dua anak perempuan sa’ad, berikan Ibu
mereka berdua seperdelapan, dan sisanya untukmu’. Hr Abu daud dan di nilai
shahih oleh At-Tirmidzi. Keduanya mendapat duapertiga di kiaskan pada dua anak
perempuan yang di sebut dalam nash fiman Alah SWT:
فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ......
“tetapi
jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta
yang di tinggalkan”. (Qs An-nisa:176).
Dua anak
perempuan dan sodara anak perempuan lebih berhak mendapat dua pertiga dari pada
dua sodara perempuan. Sementara tiga anak perempuan bersama sejumlah cucu
perempuan, mereka semua mendapat dua pertiga berdasarkan firman Allah SWT,
فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا
تَرَكَ......
“dan
jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua maka bagian
mereka dua pertiga dari harta yang di gunakan. (An-Nisa:11).
Untuk
dua atau lebih sodara perempuan sekandung duapertiga bagian. Jika keduanya
tidak ada, maka bagiannya di berikan kepada dua atau lebih sodara perempuan
seayah. Hal ini di dasarkan pada firman Allah SWT.
فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ......
”tetapi
jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang di
tinggalkan.(Qs An-nisa:176).
Juga
berdasarkan ijma’ ulama. Yang di maksud dua anak perempuan lebih disini adalah
anak-anak sekandung dan anak-anak seayah. Sodara perempuan lebih dari itu,
mereka kiaskan pada keduanya.
4. Sepertiga
untuk ibu ketika tidak ada anak atau cucu dan tidak ada jumlah sodara. Dalil
syarat pertama adalah firman Allah SWT,
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ
الثُّلُثُ......
“jika
dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia di warisi oleh kedua ibu
bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga “. (QS An-Nisa 11).
Dalil
syarat kedua adalah firman Allah SWT,
فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ......
” jika
dia (yang meninggal mempunyai beberapa sodara, maka ibunya mendapat seperenam”.
(Qs An-Nisa 11).
Juga
untuk beberapa sodara lelaki seibu, dua atau lebih, lelaki dan perempuan
bagiannya sama
berdasarkan firman Allah SWT,
وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ
أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ
ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ...
“jika seseorang meniggal, baik laki-laki
maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
tetapi mempunyai seorang sodara laki-laki(seibu) atau seorang sodara perempuan
(seibu) maka bagi masing-masing dari kedua jenis sodara itu seperenam harta.
Tetapi jika sodara-sodara seibu itu lebih dari seorang maka mereka bersama-sama
dalam bagian yang sepertiga itu.” (Qs An-nisa 12).
Ulama sepakat bahwa yang di maksud sodara
laki-laki dan saudara perempuan disini adalah saudara seibu. Qiraah ibn mas’ud
dan sa’ad bin abi waqqash demikian:
وله اخ او اخت من امه
5. Seperenam
untuk ibu jika ada ahli waris lain, seperti anak, sejumlah sodara laki-laki
atau sodara perempuan, berdasarkan firman Allah SWT,” dan untuk kedua ibu
bapak bagian masing masing seperenam
dari harta yang di tinggalkan, jika dia
(yang meninggal) mempunyai anak,” sampai firmannya,
فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ......
”jika
dia (yang meninggal) mempunyai beberapa sodara, maka ibunya mendapat
seperenam”. (QS. An-nisa 11).
Juga
untuk seorang nenek atau lebih dan seterusnya hingga keatas sesuai garis
keibuan, seperti itu juga para nenek yang di hubungkan oleh ayah pewaris. Ada
sejumlah atsar terkait hak waris mereka ini. Syarat hak waris mereka adalah
tidak ada ibu, mereka semua bersama-sama mendapatkan bagian yang rata, dan
mereka saling menghalangi satu sama lain sesuai tindak kedekatan dengan si
mayit. Seperenam juga untuk anak ibu
seorang diri, baik lelaki ataupun perempuan berdasarkan ijma’ ulama karna Allah
berfirman,
وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ
أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ
ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ...
“jika
seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang sodara laki-laki
(seibu) atau seorang sodara perempuan (seibu) maka bagi masing-masing dari
kedua jenis sodara itu seperenam harta” (QS. An-nisa 12) .
Juga
berdasarkan qiraah Abdullah bin Mas’ud dan Sa’ad sebelumnya. seperenam untuk
seorang cucu perempuan dari anak lelaki atau lebih ketika bersama anak
perempuan sekandung berdasarkan kesepakatan ulama seperti di sebutkan dalam
hadis Ibn Mas’ud. Ia di tanya tentang (bagian waris) seorang anak perempuan dan cucu perempuan, Ia
berkata, “ aku akan memutuskan tentang keduanya seperti keputusan Rasullah SAW
; anak perempuan mendapat separuh dan cucu mendapatkan seperenam sebagai penggenap
duapertiga, dan sisanya untuk sodara perempuan.” Seperti itu juga keputusan
bagian untuk anak perempuan dari cucu lelaki bersama cucu perempuan dari anak
laki-laki. Sodara perempuan seayah bersama sodara perempuan sekandung juga
mendapat seperenam di kiaskan pada cucu perempuan dari anak laki-laki bersama
anak perempuan. Seperenam untuk juga untuk ayah atau kake ketika tidak ada ayah
dan ada anak atau cucu.
Demikian enam bagian yang telah di
tentukan dalam al-Qur’an dan mereka semua itulah yang berhak mendapatkannya.
Jika ada harta tersisa setelah itu, maka menjadi hak ahli waris ashobah
berdasarkan firman Allah SWT
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ
الثُّلُثُ......
“ jika
dia (yang meniggal) tidak mempunyai anak dan dia di warisi oleh kedua ibu
bapaknya (saja) maka ibunya mendapat
sepertiga.” (QS An-Nisa 11).
Artinya
sisanya untuk ayah secara ahobah. Juga berdasarkan sabda nabi SAW dalam hadis
kita bahas ini, “ sampaikanlah bagian bagian yang telah ditentukan kepuda yang
berhak, kemudian (harta) yang tersisa menjadi hak lelaki yang paling dekat
(hubungan kerabatnya dengan mayit). Juga hak waris sodara sa’ad bin rabi’;”dan
yang tersisa adalah milikmu”.
Ashabah memiliki sejumlah jalur, sebagian
di antaranya lebih dekat dari yang lain. Mereka mewarisi si mayit berdasarkan
kedekatan jalur tersebut. Jalur-jalur ashobah adalah jalur anak, ayah, saudara
lelaki dan anak-anaknya, paman dan anak-anaknya, berikutnya wala’ bagi orang
yang memerdekakan budak, dan ashobahnya. Mana diantara jalur ini yag lebih
dekat hubungannya dengan mayit, itulah yang di dahulukan, seperti anak yang
lebih di dahulukan dari ayah. Jika mereka berada pada jalur yang sama, maka
yang di dahulukan adalah yang kedudukannya lebih dekat dengan si mayit,
misalnya anak lebih di dahulukan dari cucu. Jika mereka berada pada jalur dan
tingkatan yang sama, yang di dahulukan adalah yang paling kuat tingkatannya,
yaitu yang sekandung lebih di dahulukan dari yang seayah.[34]
Para ahli waris saling menghalangi satu
sama lain secara hirman[35]
(menghalangi waris secara keseluruhan) dan nuqhsan[36]
(mengurangi bagian dari yang lebih besar menjadi lebih kecil). Halangan nuqshan
pada semua ahli waris, sementara halangan hirman tidak masuk pada suami istri,
ayah dan ibu, dan anak-anak, karena mereka semua ini terhubung dengan mayit
tanpa pelantara. Ayah misalnya menggugurkan kakek, kakek menggugurkan kakek
yang lebih atas tingkatannya, ibu menggugurkan nenek, dan nenek menggugurkan
nenek yang lebih atas tingkatannya, anak lelaki menggugurkan cucu lelaki, dan
setiap cucu lelaki yang tingkatannya lebih tinggi menggugurkan cucu lelaki yang
ada di bawahnya. Sodara sodara kandung gugur oleh adanya anak lelaki, ayah, dan
kakek menurut pendapat yang shahih. Sodara-sodara seayah gugur oleh ahli waris
yang di gugurkan oleh sodara-sodara sekandung. Anak-anak sodara sekandung di
gugurkan oleh ayah, kakek seayah, dan para sodara lelaki. Paman gugur oleh
sodara lelaki dan anak-anak lelaki mereka. Anak-anak ibu(sodara-sodara seibu)
gugur oleh anak dan cucu secara mutlak, juga ushul lelaki (ayah,kakek dan
seterusnya hingga keatas). Cucu perempuan gugur oleh dua anak perempuan lebih
yang sekandung. Setiap cucu perempuan dan seterusnya hingga kebawah gugur oleh
dua cucu perempuan lebih yang tingkatannya lebih atas selama tidak bersama
cucu-cucu perempuan atau bersama ahli waris yang menyertakan mereka untuk
mendapatkan ashabah, seperti cucu lelaki yang setingkat dengan mereka, atau
yang lebih bawa tingkatannya. Saudara-saudara perempuan seayah gugur oleh doa
saudara perempuan kandung lebih, selama mereka tidak di sertai saudara-saudara
lelaki yang menyertakan mereka mendapat ashabah.
Demikian penjelasan singkat terkait
warisan berkenaan dengan syarah hadis diatas. Ulama membahas masalah ini secara
panjang lebar di dalam karya-karya tulis tersendiri.[37]
H. Khulâshaḧ wa Natîjaḧ
Dari paparan sebelumnya dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
Terdapat 24 hadis yang menjelaskan
tentang anjuran memberikan hak waris
kepada yang berhak, dan apabila ada sisa maka yang di utamakan dari laki-laki.
2.
Dari sisi
rawinya, seluruh hadis tersebut termasuk kategori hadis ahâd masyhur.
Dari sisi matannya, semua hadis tersebut termasuk marfû’ hukmiy. Sedang
dari kebersambungan sanadnya, semua hadis tersebut termasuk hadis muttasil.
Alhasil, semua hadis tersebut adalah shahîh.
[1]Hadits masyhur diriwayatkan 3 (tiga) perawi atau lebih pada setiap thabaqaḧ
(tingkatan) dan belum mencapai mutawatir. Muhammad bin ‘Abd al-Rahman bin
Muhammad bin Abi Bakar bin ‘Utsman bin Muhammad al-Sakhawiy, al-Tawdhih
al-Abhar li Tadzkirah Ibn al-Mulaqqin fi ‘Ilm al-Atsar, Pen-tahqîq:
‘Abdullah bin Muhammad ‘Abd al-Rahim, (t.tp. Maktabah Adhwa` al-Salaf, 1998),
h. 48
[2]Secara
lahiriyah matan hadis ini memang berasal (diucapkan) dari sahabat (mawqûf).
Tetapi pada dasarnya ia menempati posisi hadis marfû’. Hadis yang
termasuk kategori ini di antaranya yang menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa
masa lalu (seperti awal penciptaan),
peristiwa masa depan (seperti hari kiamat), khabar tentang perbuatan yang
dijamin pahala atau dosa secara spesifik, perbuatan sahabat yang tidak ada
peluang ijtihad (seperti shalat kusuf yang dilakukan Ali, yang tiap rakaatnya
lebih panjang dari dua rakaat shalat biasa), perkatan atau perbuatan yang dilakukan di masa Nabi tanpa
kritikan. Termasuk di dalamnya adalah perkataan sahabat yang berisi perintah
atau larangan dari Nabi. Lihat: Mahmud al-Thahhan, Taysir Mushthalah
al-Hadits, (Iskandaria: Markaz al-Huda li al-Dirasat, 1415 H), h. 99-100
[3] Hadits Mauquf adalah Hadits yang disandarkan hanya sampai kepada sahabat, baik yang
disandarkan itu berupa perkataan, perbuatan, dan baik sanadnya tersambung atau
terputus. Dan lihat juga dalam kitab karangan, Fatchur Rahman, Ikhtishar
Musthalah al-Hadits, (Bandung : Alma’arif, 1974), h. 225
[4]Maqbul Ma’mul Bihi adalah hadits yang diterima periwayatannya dan
dapat diamalkan oleh siapapunsehingga hadits ini tidak tertolak.
[5] Orang-orang yang mendapatkan hak waris dari laki-laki ada lima belas orang
diantaranya adalah Anak laki-laki, cucu dari anak laki-laki terus ke bawah,
bapak dan kakek ke atas, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki se bapak,
saudara laki-laki se ibu, anak dari saudara laki-laki kandung, anak dari
saudara laki-laki se bapak ke bawah, paman kandung, paman se bapak, anak dari
paman sekandung, anak dari paman se bapak ke bawah, suami, dan budak laki-laki.
Lihat kitab karya Muhammad bin Hafidz, Takmilah Zubdah al-Hadits Fi Fiqh
al-Mawarits, (‘Adn : Dar al-Tafsir, 2005), h. 11
[6] Orang-orang yang mendapatkan hak waris dari perempuan ada sepuluh orang
diantaranya adalah anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki ke bawah,
ibu, nenek dari ibu, nenek dari bapak ke atas, saudara perempuan sekandung,
saudara perempuan se bapak, saudara perempuan se ibu, istri, budak
perempuan.Lihat kitab karya Muhammad bin Hafidz, Takmilah Zubdah al-Hadits
Fi Fiqh al-Mawarits, (‘Adn : Dar al-Tafsir, 2005), h. 11
[7]Bagi laki-laki
ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya (yang
meninggal), dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurutbagian yang
telah ditetapkan.
[8] Dan apabila sewaktu
pembagian (warisan) itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang
miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang baik.
[9]Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur
kata yang benar.
[10]Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka).
[11]
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak
perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa,
bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak
dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika
yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
[12] Dan
bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya
sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya.
Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu
buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik
laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan
anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun.
[13]Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya
maka Allah akan memasukkannya ke dalam jannah-jannah yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya. Dia di dalamnya dalam keadaan kekal dan itulah
kemenangan yang besar.
[14]Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
hukum-hukum-Nya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka. Dia di dalamnya
dalam keadaan kekal dan baginya adzab yang hina.
[15]Lihat `Abdurrahmân bin Hasan al-Isnawiy, Nihâyah al-Sawl Syarh Minhâj
al-Wushûl, (Beirut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, 1420), h. 174, dan Badruddîn
Muhammad al-Zarkasyi, al-Bahr al-Muhîth fiy al-Ushûl al-Fiqh, (t.t: Dâr
al-Kitabiy, 1414), juz. 3, hal. 366.
[17]Fardlu ‘Ain adalah sesuatu yang dituntut syar’i untuk
dilakukan oleh masing-masing mukallaf. Tidak cukup seorang mukallaf menjadi
wakil yang lain, seperti shalat, zakat, haji, menepati janji, menjauhi minum
khamr dan judi dan masih banyak lagi. Lihat dalam kitab karya Abdul Wahhab
Khallaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh, (Kuwait : Darul Qalam, 1977), h. 149
[18]Fardlu Kifayah adalah sesuatu yang dituntut syar’i untuk
dilakukan kelompok mukallaf, tidak boleh oleh masing-masing mukallaf, artinya
jika sebagian mukallaf sudah melakukan maka kewajiban itu sudah dilakukan dan
gugurlah dosa bagi mukallaf yang lain. Tapi apabila tidak ada yang melakukan
maka semua mukallaf berdosa sebab mengabaikan kewajiban tersebut, seperti Amar
Ma’ruf Nahi Munkar, Shalat Jenazah, membangun rumah sakit, menyelamatkan
orang yang tenggelam, memadamkan kebakaran dan lain sebagainya. Lihat dalam
kitab karya Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh, (Kuwait : Darul
Qalam, 1977), h. 149
[19] Dari Abi Hurairah r.a berkata, Nabi Muhammad Saw bersabda : “Pelajarilah
oleh kaliah Faraidh (Ilmu Waris) dan ajarkan kepada manusia, karena ia sebagian
dari agama dan dia dilupakan dan dia ilmu pertama yang akan dicabut oleh Allah
Swt dari umatnyaku (Muhammad Saw) HR. Ibn Majah dan Hakim dalam kitab
Mustadrak.
[20] Muhammad bin Hafidz, Takmilah Zubdah al-Hadits Fi Fiqh al-Mawarits,
(‘Adn : Dar al-Tafsir, 2005), h. 10
[22] Dari Usamah bin Zaid ia berkata, Rasulullah Saw bersabda : “ Tidak mewarisi
seorang muslim kepada orang kafir dan juga seorang kafir tidak mewarisi kepada
orang muslim.” HR. Bukhari. Lihat juga dalam kitab karya Abu Bakar Ahmad
bin Husein bin ‘Ali al-Baihaqi, Al-Sunan al-Kubra wa fi Zailihi al-Jauhar
al-Naqi, (Hind : Majelis Dairah al-Ma’arif, 1344 H), Vol. 6, h. 217
[23]Ashabul Furudh al-Muqaddarah adalah bagian-bagian yang telah ditentukan
oleh Allah Swt didalam al-Qur’an yaitu ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8, 2/3.
[25] Muhammad bin 'Isa bin Saurah bin Musa bin adl-Dlahhak,
Sunan at-Tirmidzi (Kairo :Daar el-Hadis,2010)j.4,h.418
[26]Ashabah
adalah semua ahli waris yang mendapatkan semua harta pusaka apabila sendirian
dan mengambil sisa harta pusaka setelah ashabul furudh mengambil bagiannya
masing-masing.
[27]
Imam Nawawi, Syarah Shahi Muslim, (Jakarta: Darus Sunnah, 2013), j. 7,
h. 884.
[28]Ashabah
bi nafsih yaitu golongan laki-laki yang dipertalikan dengan si mayit tanpa
diselingi oleh perempuan.
[29]Ashabah
bi ghairihi yaitu orang-orang yang ditarik untuk bersama-sama memperoleh sisa
harta pusaka oleh saudaranya yang laki-laki.
[30]Ashabah
ma’a ghairihi yaitu khusus untuk saudara perempuan sekandung atau saudara
perempuan seayah yang mewarisi harta pusaka bersama-sama dengan anak-anak
perempuan atau cucu-cucu perempuan dari anak laki-laki.
[31]
Imam Nawawi, Syarah Shahi Muslim, (Jakarta: Darus Sunnah, 2013), j. 7,
h. 885-886.
[32]
Abdullah bin Abdurrahman bin Shaleh, Fikih Hadits Bukhari Muslim, (Jakarta:
Ummul Qura, 2013), cet. 1, h. 884.
[33]Ashabul
Furudh (Zawil Furudh) adalah bagian-bagian yang telah ditentukan oleh syariat Islam
(al-Qur’an dan Hadits) berkenaan dengan orang yang mendapatkan harta warisan.
[34]
Abdullah bin Abdurrahman bin Shaleh, Fikih Hadits Bukhari Muslim, (Jakarta:
Ummul Qura, 2013), cet. 1, h. 855-858.
[35]Hirman
adalah hijab yang menyebabkan ahli waris kehilangan haknya atas
harta warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat atau yang lebih
berhak.
[36]Nuqshan
adalah hijab yang dapat mengurangi harta bagian dari harta warisan bagi ahli
waris tertentu karena bersama-sama dengan ahli waris lain tertentu pula.
[37]
Abdullah bin Abdurrahman bin Shaleh, Fikih Hadits Bukhari Muslim, (Jakarta:
Ummul Qura, 2013), cet. 1, h. 859.
No comments:
Post a Comment