PEMBERITAAN GAIB DALAM AL-QURAN
Gaib adalah sesuatu yang tidak
diketahui, tidak nyata, atau tersembunyi. Jika anda menyimpan sesuatu dalam
saku anda, atau mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh seseorang, sesuatu
itu – baik yang berada dalam saku maupun dalam benak anda—adalah gaib bagi
orang lain, tapi tidak untuk anda.
Ada sekian hal yang tidak mungkin
diketahui oleh manusia dalam kehidupan ini, misalnya kapan terjadinya Hari
Kiamat, atau kapan datangnya kematian. Dari sini kita melihat bahwa gaib
bertingkat-tingkat, ada yang nisbi, dalam arti ia gaib bagi seseorang tetapi
bagi yang lainnya tidak, atau pada waktu tertentu gaib tapi pada waktu yang
lain tidak lagi.
Misalnya, dahulu orang
mengetahuinya tetapi kini setelah berlalu sekian waktu tidak lagi diketahui,
atau sebaliknya dahulu orang tidak mengetahuinya tetapi kini
telah diketahui, sehingga tidak gaib lagi. Ada juga gaib mutlak yang tidak
dapat diketahui selama manusia berada di atas pentas bumi ini, atau tidak akan
mampu diketahuinya sama sekali, yaitu hakikat Allah Swt.
Al-quran mengungkap sekian banyak
hal gaib. Al-quran mengungkap kejadian masa lampau yang tidak diketahui lagi
oleh manusisa, karena masanya telah demikian lama, dan mengungkap juga
peristiwa masa datang atau masa kini yang belum diketahui manusia.
Peristiwa gaib pada masa lampau
yang diungkapkan oleh Al-Quran, misalnya, adalah peristiwa
tenggelamnya Fir’aun dan diselamatkannya badannya, atau peristiwa Ashhab
Al-Kahfi (sekelompok pemuda yang berlindung ke gua dan hidup selama tiga ratus
tahun lebih). Sementara peristiwa masa datang yang diungkapkannya dapat dibagi
dalam dua bagian pokok :
Pertama, telah terjadi kini setelah
sebelumnya Al-Quran menguraikan bakal terjadinya. Misalnya, pemberitaan Romawi
atas Persia pada masa sekitar Sembilan tahun sebelum kejadiannya.
Kedua, peristiwa masa datang yang
belum lagi terjadi seperti peristiwa kehadiran seekor “binatang” yang bercakap
menjelang hari kiamat.[1]
*
#sÎ)ur yìs%ur
ãAöqs)ø9$# öNÍkön=tã $oYô_t÷zr& öNçlm;
Zp/!#y z`ÏiB ÇÚöF{$# óOßgãKÏk=s3è? ¨br& }¨$¨Z9$# (#qçR%x. $uZÏG»t$t«Î/ w tbqãZÏ%qã ÇÑËÈ
dan apabila Perkataan telah jatuh atas mereka,
Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada
mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.
(QS An-Naml [27]:82
Tentu saja
peristiwa masa datang yang belum terjadi—seperti yang diberitakan oleh ayat
tersebut—tidak dapat dijadikan bukti kemukjizatan Al-Quran dari aspek
pemberitaan gaibnya. Karena, bagi
yang tidak percaya—apa yang diungkapkan itu boleh jadi berkata, “Itu tidak
benar.” Tetapi, peristiwa masa datang yang telah terbukti kebenarannya, atau
peristiwa masa lampau yang tidak dikenal masyarakat pada masa turunnya Al-Quran
dan masa yang jauh sesudahnya, kemudian diungkap Al-Quran, dapat menjadi bukti
bahwa informasi tersebut datangnya pasti bukan dari manusisa, tetapi dari
Allah Yang Maha Mengetahui.
Untuk Jelasnya, marilah kita
menoleh kepada beberapa contoh dari informasi gaib Al-Quran.
Berita Gaib tentang Masa Lampau
Al-Quran mengisahkan sekian banyak
peristiwa masa lampau. Harus diakui bahwa sebagian dari kisah-kisahnya tidak
atau belum dapat dibuktikan kebenarannya hingga kini, tetapi sebagian lainnya
telah terbukti, antara lain melalui penelitian arkeologi.
Kendati terdapat sekian banyak kisahnya yang belum terbukti, tidaklah wajar
menolak kisah-kisah lain tersebut hanya dengan alasan bahwa kisah itu belum
terbukti. Karena apa yang belum terbukti
kebenarannya, juga belum terbukti kekeliruannya.
Sesungguhnya mengherankan misalnya,
jika ada yang menolak kebenaran suatu kisah hanya
karena membaca atau mendengar perincian kisah yang aneh atau sulit diterima
akal. Kalau Al-Quran misalnya, menginformasikan bahwa suatu negeri dihancurkan Tuhan dengan gempa
atau angin ribut karena penduduknya durhaka terhadap Nabi yang diutus Tuhan kepada masyarakatnya,
serta-merta kisah kehancuran tersebut mereka tolak, sambil menolak keberadaan
kota yang diceritakan oleh Al-Quran.
Mereka tidak menyadari bahwa walaupun kota tersebut belum ditemukan,
tidak jarang penelitian arkeologi membuktikan bahwa pada masa yang disebut oleh kisah Al-Quran itu, memang telah terjadi
gempa atau angin ribut.
Sungguh cara pengingkaran semacam
ini tidaklah tepat. Bukankah keberadaan matahari menadi contoh kejelasan dan
kepastian wujud sesuatu, padahal di sekitar matahari ini berkembang sekian
banyak mitos? Kita boleh berkata kepada
setiap orang yang mengingkarai kebenaran informasi Al-Quran, “Silahkan ajukan
keberatan Anda di depan pengadialan ilmu serta ajukan pulalah bukti kekeliruan
informasi Al-Quran,” pastilah mereka tidak dapat membuktikan.
Sehingga, kalau demikian, paling
sedikit sikap objektif ilmiah mengharuskan mereka yang keberatan itu berhenti
sejenak—tidak menolak dan tidak pula menerimanya. Kalau hal itu yang mereka
lakukan, agaknya kisah-kisah Al-Quran yang telah rinci dapat dijadikan
indicator guna mendukung kecenderungan untuk memenarkan kisah-kisah lainnya
yang belum terbukti.[2]
Beberapa Contoh kisah Al-Quran yang
telah terbukti
a.
Kaum ‘Ad dan Tsamud serta kehancuran Kota Iran
Al-Quran
berbicara tentang kaum Tsamud dan kaum
‘Ad uang kepada mereka diutus Nabi Shaleh dan Nabi Hud. Banyak uraian Al-Quran
tentang kedua kaum ini, baik dari segi kemampuan dan kekuatan mereka maupun
kedurhakaan dan pembangkangan mereka terhadap Tuhann dan utusan-Nya. Mereka
akhirnya dihancurkan Allah dengan gempa dan angin ribut yang sangat dingin lagi
kencang. Hal ini dilukiskan oleh Surah Al-Haqqah [69] : 4-7
sebagai berikut :
ôMt/¤x.
ßqßJrO 7%tæur ÏptãÍ$s)ø9$$Î/
ÇÍÈ $¨Br'sù ßqßJrO (#qà6Î=÷dé'sù ÏpuÏî$©Ü9$$Î/ ÇÎÈ $¨Br&ur
×$tã (#qà6Î=÷dé'sù 8xÌÎ/ A|Àö|¹ 7puÏ?%tæ
ÇÏÈ $ydt¤y
öNÍkön=tã yìö7y
5A$us9 spuÏY»yJrOur BQ$r& $YBqÝ¡ãm utIsù tPöqs)ø9$# $pkÏù
4Ótç÷|À öNåk¨Xr(x. ã$yfôãr&
@@øwU
7ptÍr%s{
ÇÐÈ
4. kaum Tsamud dan 'Aad telah
mendustakan hari kiamat
5. Adapun kaum Tsamud,
Maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa
6. Adapun kaum 'Aad Maka
mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi Amat kencang,
7. yang Allah menimpakan
angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; Maka
kamu Lihat kaum 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka
tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).
Di tempat lain, diuraikan oleh Al-Quran bahwa kaum ‘Ad memiliki kemapuan
luar biasa sehingga mereka telah membangun kota iram dengan tiang-tiang yang
tinggi dan yang belum pernah dibangun di negeri lain sehebat dan seindah itu
sebelumnya.[3]
Apakah kamu tidak memerhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat
terhadap kaum ‘Ad, yaitu penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang
tinggi, yang belum pernah dibangu (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri
lain, dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah.
öNs9r& ts? y#øx. @yèsù y7/u >$yèÎ/ ÇÏÈ tPuÎ) ÏN#s Ï$yJÏèø9$# ÇÐÈ ÓÉL©9$# öNs9 ÷,n=øä $ygè=÷WÏB Îû Ï»n=Î6ø9$# ÇÑÈ yqßJrOur tûïÏ%©!$# (#qç/%y` t÷¢Á9$# Ï#uqø9$$Î/ ÇÒÈ
6. Apakah kamu tidak
memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Aad?
7. (yaitu) penduduk Iram
yang mempunyai Bangunan-bangunan yang tinggi
8. yang belum pernah
dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain,
9. dan kaum Tsamud yang
memotong batu-batu besar di lembah. (QS. Al-Fajr [89] : 6-9)
Ada yang
meragukan informasi Al-Quran ini. tetapi sedikit demi sedikit bukti-bukti
kebenarannya terungkap. Pertama kali ketika informasi Al-Quran dan
riwayat-riwayat yang direrima digabung dengan hasil-hasil penelitian arkeologi.
Pada tahap ini yang ditemukan adalah adanya bukti-bukti arkeologi tentang
terjadinya gempa dan angina ribut, seperti yang diruraikan oleh Al-Quran. Masa
itu diperkirakan merupakan masa hidupnya kaum-kaum yang dihancurkan Tuhan,
serta di tempat yang diisyaratkan oleh kitab suci-kitab suci, seperti Lembah
Yordania, Pantai Laur Merah, serta Arab Selatan.
Tentu saja
penjelasan ini belum memuaskan semua pihak. Tetapi dari hari ke hari, bukti
semakin jelas dan kini tidak ada alasan lagi untuk menolak informasi Al-Quran.
Marilah kita dengarkan pembuktian berikutnya.
Pada 1834
ditemukan—di dalam tanah yang berlokasi di Hisn Al-Ghurab dekat Kota Aden di
Yaman—sebuah naskah bertuliskan aksara Arab lama (Hymarite) yang menunjukan nama
Nabi Hud. Dalam naskah itu antara lain tertulis, “Kami memerintah dengan
menggunakan hukum Hud.” Selanjutnya pada 1964-1969 dilakukan penggalian
arkeologis, dan dari hasil analisis pada 1980 ditemukan informasi dari salah
satu lempeng tentang adanya kota yang disebut “Shamutu, ‘Ad, dan Iram”. Prof.
Pettinato mengidentifikasikan nama-nama tersebut dengan nama-nama yang disebut
pada Surah Al-Fajr tadi.
Dalam konteks
ini, wajar pula untuk dikutip pendapat Father Dahood yang mengatakan bahwa
“antara Ebla (2500 SM) dan Al-Quran (625 M) tidak ada referensi lain menenai
kota-kota tersebut”.
Bukti
arkeologis lain tentang Kota Iram adalah hasil ekspedisi Nicholas Clapp di
Gurun Arabia Selatan pada 1992. Kota Iram menurut riwayat-riwayat adalah kota
yang dibangun oleh Shaddad bin Ud, sebuah kota yang sangat indah dan ketika itu
bernama Ubhur. Namun, Tuhan mengubur kota
itu dengan longsoran padang pasir sehingga menelan kota tersebut akibat
kedurhakaan mereka.
Nicholas
menemukan bukti—dari seorang penjelajah—tentang jalan kuno ke Iram (Ubhur).
Kemudian atas bantuan dua orang ahli lainnya, yaitu Juris Zarin dari
Universitas Negara Bagian Missouri Barat Daya, dan penjelajah Inggris, Sir
Ranulph Friennes, mereka berusaha mencari kota yang hilang itu bersama-sama ahli
hukum George Hadeges.
Mereka
menggunakan jasa pesawat ulang-alik Challenger dengan sistem Satellite Imaging
Radar (SIR) untuk mengintip bagian bawah
Gurun Arabia yang diduga sebagai tempat tenggelamnya kotayang terkena longsoran
itu. Untuk lebih meyakinkan, mereka juga meminta jasa satelit Prancis, yang menggunakan sistem
pengindraan optic. Apa yang mereka temukan ? Mereka menemukan citra digital
berupa garis putih pucat yang menandai berates-ratus kilometer rute kafilah
yang ditinggalkan, sebagian berada dibawah tumpukan pasir yang telah menimbun
selama berabad-abad hingga mencapai ketinggian 183 meter.[4]
Berdasarkan
data ini, Nicholas Clapp dan reka-rekannya meneliti tanah tersebut dan
melakukan pencarian pada akhir tahun 1991. Pada Februari 1992, mereka menemukan bangunan segi delapan dengan
dinding-dinding dan menara-menara yang tinggi, mencapai sekitar Sembilan meter.
Agaknya itulah sebagian dari apa yang diceritakan oleh Al-Quran bahwa “penduduk
Iram yang mempunyai Bangunan-banguna yang tinggi” (QS AlFajr [89] : 7.
Demikian
sekali lagi Al-Quran membuktikan kebenaran-Nya dan membuktikan pula janji-Nya
bahwa :
óOÎgÎã\y $uZÏF»t#uä Îû
É-$sùFy$#
þÎûur
öNÍkŦàÿRr& 4Ó®Lym
tû¨üt7oKt öNßgs9
çm¯Rr&
,ptø:$# 3 öNs9urr& É#õ3t
y7În/tÎ/
¼çm¯Rr& 4n?tã
Èe@ä. &äóÓx«
îÍky ÇÎÌÈ
Kami akan memperlihatkan
kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka
sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka behwa Al-Quran adalah benar. Apakah tidak cukup (bagi kamu dan
mereka) bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi sgala sesuatu. (QS Fushshilat [41]
: 53).
B.
Berita tentang Tenggelam dan Selamatnya Badan
Fir’aun
Dalam Al-Quran
ditemukan sekitar tiga puluh kali Allah Swt. Menuraikan kisah Musa dan
Fir’aun—suatu kisah yang tidak dikenal
masyarakat ketika itu, kecuali melalui Kitab Perjanjian Lama. Tetapi, satu hal
yang menakjubkan adalah bahwa Nabi Muhammad Saw. melalui Al-Quran, telah mengungkap
suatu perincian yang sama sekali tidak diungkap oleh satu kitab pun sebelumnya,
bahkan tidak diketahui kecuali yang hidup pada masa terjadinya peristiwa
tersebut, yaitu pada abad kedua sebelas SM atau sekitar 3.200 tahun yang lalu..
Mari kita dengarkan Al-Quran mengungkap sekelumit kisah tentang
Fir’aun:
*
$tRøuq»y_ur
ûÓÍ_t7Î/ @ÏäÂuó Î)
tóst7ø9$# óOßgyèt7ø?r'sù ãböqtãöÏù ¼çnßqãYã_ur
$\øót/ #·rôtãur
( #Ó¨Lym
!#sÎ)
çm2u÷r& ä-ttóø9$# tA$s% àMZtB#uä ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) wÎ) üÏ%©!$# ôMuZtB#uä
¾ÏmÎ/ (#þqãZt/ @ÏäÂuó Î)
O$tRr&ur z`ÏB tûüÏJÎ=ó¡ßJø9$#
ÇÒÉÈ z`»t«ø9!#uä
ôs%ur
|Mø|Átã ã@ö6s%
|MZä.ur z`ÏB tûïÏÅ¡øÿßJø9$#
ÇÒÊÈ tPöquø9$$sù y7ÉdfuZçR y7ÏRyt7Î/ cqä3tGÏ9
ô`yJÏ9
y7xÿù=yz Zpt#uä 4 ¨bÎ)ur
#ZÏVx. z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# ô`tã $uZÏG»t#uä cqè=Ïÿ»tós9
ÇÒËÈ
90. dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu
mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan
menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah
dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai
oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)".
91. Apakah sekarang (baru kamu percaya), Padahal Sesungguhnya kamu telah
durhaka sejak dahulu, dan kamu Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
92. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan
dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami. . (QS Yunus [10] :90-92 ).
Yang perlu digaris bawahi dalam konteks pembicaraan kita
adalah firman-Nya, “Hari ini Kami
selamatkan badanmu, agar engkau menjadi pelajaran bagi generasi yang datang
sesudahmu.”
Memang, orang mengetahui bahwa Fir’aun tenggelam di Laut
Merah ketika mengejar Nabi Musa dan kaumnya, tetapi menyangkut keselamatan
badannya dan menjadi pelajaran bagi generasi sesudahnya merupakan satu hal yang
tidak diketahui siapa pun pada masa Nabi Muhammad, bahkan tidak disinggung oleh
Perjanjian Lama dan Baru.
Maspero, seorang pakar sejarah Mesir Kuno, menjelaskan
dalam “Petunjuk bagi Pengunjung Museum Mesir”—setelah mempelajari
dokumen-dokumen yang ditemukan di Alexandria Mesir—bahwa penguasa Mesir yang
tenggelam itu bernama Meneptah (Memptah?) yang kemudian oleh sejarawan Driaton
dan Vendel—melalui dokumen-dokumen lain—membuktikan bahwa Penguasa Mesir itu
memerintah antara 1224 SM hingga 1214 SM atau 1204 SM (menurut pendapat lain)
Sekali lagi pada masa turunnya Al-Quran lima belas abad
yang lalu, tidak seorang pun yang mengetahui dimana sebenarnya penguasa yang
tenggelam itu berada, dan bagaimana pula sesudahan yang dialaminya. Namun pada
1896, purbakalawan Loret, menemukan jenazah tokoh tersebut dalam bentuk mumi di
Wadi Al-Muluk (lembah para Raja) berada di daerah Thaba, Luxor, di seberang
Sungai Nil, Mesir. Kemudian pada
8 Juli 1907 Elliot Smith membuka pembalut-pembalut mumi itu dan ternyata badan
Fir’aun tersebut masih dalam keadaan utuh.
Pada
Juni 1975, ahli bedah Prancis, Maurice Bucaille, mendapat izin untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang mumi tersebut dan menemukan bahwa Fir’aun
meninggal di laut. Ini terbukti dari bekas-bekas garam yang memenuhi sekujur
tubuhnya, walaupun sebab kematiannya –menurut pakar tersebut—diakibatkan oleh Shock.
Bucaille pada akhirnya berkesimpulan bahwa :
Alangkah agungnya contoh-contoh
yang diberikan oleh ayat-ayat Al-Quran tentang tubuh Fir’aun yang sekarang
berada di ruang Mumi Museum Mesir di Kota Kairo. Penyelidikan dan penemuan
modern telah menunjukan kebenaran Al-Quran.
Betapa
ia tidak menunjukkan kebenarannya, sedangkan informasi-Nya tentang
diselamatkannya badan Fir’aun untu menjadi pelajaran bagi generasi sesudahnya
terbutki dengan sangat jelas. Sayang pada sekirar tahun 1985, pemerintah Mesir
menutup kamar tempat penyimpanan mumi itu untuk umum, karena rupanya pengaruh
udara dari luar dan polusi yang disebabkan oleh mikro-orgasme telah memengaruhi
keadaan mumi itu. Namun demikian, kebenaran pemberitaan gaib Al-Quran telah
dapat dibuktikan.[5]
b.
Ashhab Al-Kahfi
Keraguan masyarakat Arab Mekkah tentang
kenabian Muhammad Saw. dan kebenaran Al-Quran terus berlanjut. Mereka mengutus
tiga orang untuk menemui tokoh agama Yahudi Najran guna meminta tanggapan
mereka tentang Muhammad. Para tokoh Yahudi tersebut mengusulkan agar kaum
musyrik Makkah bertanya kepada Nabi tentang tiga hal. Jika menjawabnya dengan
baik, dia seorang nabi. “Lalu tanyakan pula
satu hal lain, dan jika dia menduga tahu, dia berbohong,” demikian ucap
orang-orang yahudi. Ketiga hal tersebuat adalah :
Pertama, kisah
sekelompok pemuda yang masuk berlindung dan tertidur sekian lama. Berapa jumlah
mereka dan siapa atau apa yang bersama mereka ?
Kedua, kisah Musa,
ketika diperintahkan Tuhan untuk belajar.
Ketiga, kisah seorang
penjelajah ke Timur dank e Barat.
Adapun keempat, yang ia
berbohong kalau mengetahuinya, adalah kapan Hari Kiamat akan terjadi.
Keempat pertanyaan
mereka itu terjawab melalui wahyu Al-Quran surah kedelapan belas (Al-Kahfi).
Di sini kita tidak
menguraikan bagaimana jawaban-jawaban tantang pertanyan-pertanyaan tersebut.
Yang dibahas adalah benarkah informasi atau jawaban Al-Quran bahwa terdapa
tujuh orang pemuda bersama seekor anjing yang berlindung dari kekejaman
penguasa masanya, dan hal yang menyangkut dengannya.
Al-Quran melukiskan gua
tempat tinggal mereka sebagai berikut :
*
ts?ur }§ôJ¤±9$#
#sÎ) Myèn=sÛ âurºt¨?
`tã
óOÎgÏÿôgx. V#s ÈûüÏJuø9$# #sÎ)ur Mt/{xî öNåkÝÎÌø)¨?
|N#s ÉA$yJÏe±9$# öNèdur
Îû
;ouqôfsù çm÷ZÏiB 4 y7Ï9ºs ô`ÏB ÏM»t#uä «!$# 3 `tB
Ïöku
ª!$# uqßgsù
ÏtGôgßJø9$#
( ÆtBur ö@Î=ôÒã `n=sù yÅgrB
¼çms9 $|Ï9ur #YÏ©óD
ÇÊÐÈ
dan kamu akan melihat matahari
ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari
terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang
Luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah yang mendapat
petunjuk; dan Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan
seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.(QS Al-Kahfi [18] :
17)
Tidak mudah membuktikan keberadaan gua
dimaksud sebelum maraknya penelitian arkeologi. Namun—seperti tulisan
Thabathaba’I dalam tafsirnya, Al-Mizan—sumber-sumber Barat pun menyebutkan paling
tidak empat kesimpulan tentang kisah Ashhab Al-Kahfi, yang walaupun berbeda
dalam perinciannya, sama dalam pokok kisahnya.
Di sisi lain telah
ditemukan sekian banyak gua di Epsus, Damaskus, dan Iskandinavia yang
masing-masing penemunya mengklaim bahwa gua itulah yang merupakan gua Ashhab
Al-Kahfi, tetapi sayang ciri-ciri gua tidak sepenuhnya sama dengan apa yang
dilukiskan oleh Al-Quran. Nanti pada 1963, Rafiq Wafa Ad-Dajani—seorang
arkeolog Yordania—menemukan sebuah gua yang terletaksekitar delapan kilometer
dari Amman, ibu kota Yordania, dan memiliki ciri-ciri seperti yang diuraikan
Al-Quran.
Gua tersebut berada di
atas daratan tinggi menuju arah tenggara, sedangkan kedua sisinya berada di sebelah timur dab barat
dan terbuka sedemikian rupa sehingga cahaya matahari menembus ke dalam. Di
dalam gua terapat ruangan kecil yang luasnya sekitar tiga kali dua setengah
meter.
Ditemukan juga di dalam
gua tersebut tujuh atau delapan buburan. Pada dinding-dindingnya terdapat tulisan
Yunani Kuno, tetapi tidak terbaca lagi, sebagaimana terdapat pula gambar seekor
anjing dan beberapa ornamen.
Di atas gua tersebut
terdapat sebuah tempat peribadatan ala Bizantium; mata uang dan
peninggalan-peninggalan yang ditemukan di sekitarnya menunjukan bahwa tempat
tersebut dibangun pada masa pemerintahan Justinius I (418-427 M). Ciri-ciri
yang ditemukan itu, dapat dikatakan sesuai dengan ciri-ciri yang dikemukakan
Al-Quran, seperti terbaca sebelumnya.
Di sisi lain para
sejarawan Muslim dan Kristen mengakui bahwa penguasa yang menindas
pengikut-pengikut Isa a.s. antara lain adalah yang memerintah pada 98-117 M dan
pada sekitar tahun 112 M menetapkan bahwa setiap orang yang menolak menyembah
dewa-dewa dijatuhi hukuman sebagai pengkhianat. Para sejarawan Muslim dan
Kristen pun sepakat bahwa penguasa yang bijaksana adalah Theodusius yang
memerintah selama tahun 408-451.
Di sini sekali lagi bertemu informasi sejarawan dengan informasi Al-Quran, yakni apabila di
atas dikatakan bahwa para pemuda yang berlindung itu menghindar dari ketetapan
penguasa yang dikeluarkan pada 112 M itu, dan bahwa mereka tertidur selama 300
tahun, ini berarti mereka terbangun dari tidur pada sekitar tahun 412 M, yakni masaa
pemerintahan penguasa yang membebaskan orang-orang Kristen dari penindasan.
Dari sejarah ini juga
diketahui mengapa peristiwa initidak disebut dalam Perjanjian Baru dan Perjanjian
Lama, karena memang terjadinya jauh setelah masa Isa a.s. Demianlah sekali lagi
terbukti kebenaran pemberitaan gaib Al-Quran.
Tuduhan Terhadap Al-Quran Sebagai Jiplakan
Ada sementara orientalisyang
berpendapat bahwa kisah-kisah masa lampau yang dikemukakan Al-Quran diketahui
oleh Nabi Muhammad Saw. dari seorang pendeta, atau beliau jiplak dari Kitab
Perjanjian Lama. Pendapat ini
jelas tidak benar dari banyak segi.
Pertama, Nabi Muhammad
Saw. tidak pernah belajar kepada siapa pun. Memang pada masa kanak-kanak,
ketika diantar oleh pamannya ke Syam, beliau bertemu dengan seorang rahib
berama Buhaira yang meminta pamannya untuk memberikan perhatian dan perlindungan serius kepada keponakannya itu (Nabi Muhammad Saw.)
karena sang rahib melihat tanda-tanda kenabian pada beliau. Pertemuan itu
sendiri hanya berlangsung beberapa saat. Di sini kita bertanya, “Kalau remaja
keci itu (Nabi Muhammad Saw.) belajar, apakah logis dalam pertemuan singkat itu
ia memperoleh informasi banyak, mendetail, lagi sangat akurat ?” tentu saja
tidak.
Ada juga sementara
orientalis, semacam Montgomery Watt, yang berkata bahwa Nabi Muhammad Saw.
belajar kepada Waraqah bin Naufal. Menurutnya, “(Istri Nabi) Khadijah merupakan
anak paman Waaraqah bin Naufal, sedangkan dia merupakan seorang agamawan yang
pada akhirnya menganut ajaran Kristen. Tidak dapat disangkal bahwa Khadijah
berada di bawah pengaruhnya, dan boleh jadi Muhammad telah menimba sesuatu dari
semangat dan pendapat-pendapatnya.”
Kita pun mengakui bahwa Waraqah menganut agama
Kristen, tetapi bahwa Muhammad datang belajar kepadanya adalah sesuatu yang
tidak dapat diterima. Hal ini disebabkan menurut berbagai riwayat, kedatangan
beliau menemui Waraqah adalah setelah beliau menerima wahyu dan bukan
sebelumnya. Di sisi lain, Waraqah perpendapat bahwa yang datang kepada Nabi
Muhammad di Gua Hira itu adalah malaikat yang pernah datang kepada Musa dan Isa
a.s. dan beliau menyatakan bahwa seandainya beliau hidup saat Muhammad dimusuhi
kaumnya, niscaya dia akan membelanya.
Jika demikian, logiskah
Nabi Muhammad belajar kepadanya, setelah Waraqah mengakui kenabiannya ?
Tidaklah mengherankan kalau ada ulama yang menetapkan bahwa Waraqah
sebenarnya—dengan pengakuannya—telah menjadi seseorang yang percaya kepada Nabi
Muhammad Saw.
Tidak tepat berkata bahwa Nabi Muhammad
Saw. mempelajari Kitab Perjanjian Lama, karena di samping beliau tidak bisa
membaca dan menulis, juga karena terdapat sekian banyak informasi yang
dikemukakan Al-Quran yang tidak termaktub dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian
Baru, misalnya kisah Ashhab Al-Kahfi. Kalaupun ada yang sama, seperti beberapa
kisah nabi-nabi, dalam perincian atau nuansanya terdapat perbedaan-perbedaan.[6]
Berita Gaib Pada Masa Datang yang
Terbukti
Kemenangan Romawi Setelah
Kekalahannya
Al-Quran
Surah Ar-Rum[30]: 1-5 menyatakan sebagai berikut :
$O!9# ÇÊÈ ÏMt7Î=äñ ãPr9$# ÇËÈ þÎû oT÷r& ÇÚöF{$# Nèdur -ÆÏiB Ï÷èt/
óOÎgÎ6n=yñ cqç7Î=øóuy ÇÌÈ Îû
ÆìôÒÎ/
úüÏZÅ 3 ¬! ãøBF{$# `ÏB
ã@ö6s%
.`ÏBur
ß÷èt/
4 7ͳtBöqtur
ßytøÿt cqãZÏB÷sßJø9$#
ÇÍÈ ÎóÇuZÎ/ «!$# 4 çÝÇZt ÆtB
âä!$t±o ( uqèdur
âÍyèø9$# ÞOÏm§9$# ÇÎÈ
1. Alif laam Miim
2. telah dikalahkan
bangsa Rumawi
3. di negeri yang
terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang
4. dalam beberapa tahun
lagi. bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). dan di hari
(kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,
5. karena pertolongan
Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi
Penyayang.
Pada abad kelima dan keenam Masehi
terdapat dua adikuasa, Romawi yang beragama Kristen dan Persia yang menyembah
api. Persaingan antara keduanya guna merebut wilayah dang pengaruh, amat keras,
bahkan peperangan antara mereka tak terhidarkan. Sejarawan menginformasikan
bahwa pada 614 M terjadi peperangan antara
kedua adikuasa itu yang berakhir dengan kekalahan Romawi. Ketika itu
kaum musyrik di Makkah mengejek kaum Muslim yang cenderung mengharapkan
kemendangan Romawi yang beragama samawi itu atas Persia yang menyembah api.
Kekesalan mereka akibat kekalahan tersebbut pada tahun kekalahan itu, menghibur
kaum Muslim dengan dua hal.
Pertama, Romawi
akan menang atas Persia pada tenggang waktu yang diistilahkan oleh Al-Quran
dengan bidh’ siniin yang diterjemahkan sebelumnya dengan beberapa tahun
(ayat 4).
Kedua, Saat
kemenangan itu tiba, kaum Muslim akan bergembira, bukan saja dengan kemenangan
Romawi, melainkan juga dengan kemenangan yang dianugerahkan Allah kepada
mereka). benarkah informasi ini ?
Sebelum
menjawabnya, perlu dijelaskan bahwa kata “bidh” dalam kamus bahasa Arab,
berarti “angka antara tiga dan Sembilan”. Ini berarti Al-Quran menegaskan bahwa
akan terjadi lagi peperangan antara bangasa Romawi dan Persia, dan dalam tempo
tersebut, Romawi akan memenangi peperangan.
Perlu diingat
sekali lagi bahwa berita disampaikan pada saat kekalahan sedang menimpa Romawi.
Menetapkan angka pasti bagi kemenangasuatu negara saat kekalaannya adalah suatu
hal yang tidak mungkin disampaikan kecuali oleh Yang Maha Mengetahui. Tetapi,
ternyata pemberitaan tersebut ternyata benar adanya. Karena sejarah
menginformasikan bahwa tujuh tahun setelah kekalahan romawi—tepatnya pada 622
M—terjdi lagi peperangan antara kedua adikuasa tersebut, dan kali ini
pemenangnya adalah Romawi.
Kita boleh
bertanya, mengapa Al-Quran tidak menetapkan tahun tertentu bagi kemenangan itu
? katakanlah mengapa ayat ini tidak menyatakan bahwa kemenangan Romawi akan
terjadi tujuh tahun kemudian ? Agaknya hal ini disebabkan manusia sering kali
berbeda di dalam menetapkan tahun kemenangan dan kekalahan; apakah saat
tanda-tanda kemenangan atau kekalahan itu telah tampak, ataukah pada saat
terhentinya peperangan akibat kemenangan satu pihak ? Nah, untu menghindari
perbedaan itulah Al-Quran memilih redaksi bidh’ , sehingga apa pun tolak
ukurnya, informasi Al-Quran itu dapat menampungnya.
Kemudian, pada
tahun kemengangan itu kaum muslimin akan bergembira dengan kemengangan yang
dianugerahkan Allah. Kemenangan dimaksud adalah kemenangan dalam peperangan
Badar yang terjadi bertepatan dengan kemenangan Romawi itu, yakni pada tahun
kedua Hijriah, atau tahun 622 M.
Tujuh tahun
sebelum terjadinya peristiwa-peristiwa itu, Nabi Muhammad Saw. telah mengetahui
dan menyampaikannya. Dari mana beliau memperoleh sumber berita itu? Kalau bukan
dari Allah Yang Maha Mengetahui.[7]
No comments:
Post a Comment