Friday, 11 November 2016

Hal GAIB DALAM AL-QURAN

PEMBERITAAN GAIB DALAM AL-QURAN
Gaib adalah sesuatu yang tidak diketahui, tidak nyata, atau tersembunyi. Jika anda menyimpan sesuatu dalam saku anda, atau mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh seseorang, sesuatu itu – baik yang berada dalam saku maupun dalam benak anda—adalah gaib bagi orang lain, tapi tidak untuk anda.
Ada sekian hal yang tidak mungkin diketahui oleh manusia dalam kehidupan ini, misalnya kapan terjadinya Hari Kiamat, atau kapan datangnya kematian. Dari sini kita melihat bahwa gaib bertingkat-tingkat, ada yang nisbi, dalam arti ia gaib bagi seseorang tetapi bagi yang lainnya tidak, atau pada waktu tertentu gaib tapi pada waktu yang lain tidak lagi.
Misalnya, dahulu orang mengetahuinya tetapi kini setelah berlalu sekian waktu tidak lagi diketahui, atau sebaliknya dahulu orang tidak mengetahuinya tetapi kini telah diketahui, sehingga tidak gaib lagi. Ada juga gaib mutlak yang tidak dapat diketahui selama manusia berada di atas pentas bumi ini, atau tidak akan mampu diketahuinya sama sekali, yaitu hakikat Allah Swt.
Al-quran mengungkap sekian banyak hal gaib. Al-quran mengungkap kejadian masa lampau yang tidak diketahui lagi oleh manusisa, karena masanya telah demikian lama, dan mengungkap juga peristiwa masa datang atau masa kini yang belum diketahui manusia.
Peristiwa gaib pada masa lampau yang diungkapkan oleh Al-Quran, misalnya, adalah peristiwa tenggelamnya Fir’aun dan diselamatkannya badannya, atau peristiwa Ashhab Al-Kahfi (sekelompok pemuda yang berlindung ke gua dan hidup selama tiga ratus tahun lebih). Sementara peristiwa masa datang yang diungkapkannya dapat dibagi dalam dua bagian pokok :
Pertama, telah terjadi kini setelah sebelumnya Al-Quran menguraikan bakal terjadinya. Misalnya, pemberitaan Romawi atas Persia pada masa sekitar Sembilan tahun sebelum kejadiannya.
Kedua, peristiwa masa datang yang belum lagi terjadi seperti peristiwa kehadiran seekor “binatang” yang bercakap menjelang hari kiamat.[1]
* #sŒÎ)ur yìs%ur ãAöqs)ø9$# öNÍköŽn=tã $oYô_t÷zr& öNçlm; Zp­/!#yŠ z`ÏiB ÇÚöF{$# óOßgãKÏk=s3è? ¨br& }¨$¨Z9$# (#qçR%x. $uZÏG»tƒ$t«Î/ Ÿw tbqãZÏ%qムÇÑËÈ  
 dan apabila Perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami. (QS An-Naml [27]:82
Tentu saja peristiwa masa datang yang belum terjadi—seperti yang diberitakan oleh ayat tersebut—tidak dapat dijadikan bukti kemukjizatan Al-Quran dari aspek pemberitaan gaibnya. Karena, bagi yang tidak percaya—apa yang diungkapkan itu boleh jadi berkata, “Itu tidak benar.” Tetapi, peristiwa masa datang yang telah terbukti kebenarannya, atau peristiwa masa lampau yang tidak dikenal masyarakat pada masa turunnya Al-Quran dan masa yang jauh sesudahnya, kemudian diungkap Al-Quran, dapat menjadi bukti bahwa informasi tersebut datangnya pasti bukan dari manusisa, tetapi dari Allah  Yang Maha Mengetahui.
Untuk Jelasnya, marilah kita menoleh kepada beberapa contoh dari informasi gaib Al-Quran.
Berita Gaib tentang Masa Lampau
Al-Quran mengisahkan sekian banyak peristiwa masa lampau. Harus diakui bahwa sebagian dari kisah-kisahnya tidak atau belum dapat dibuktikan kebenarannya hingga kini, tetapi sebagian lainnya telah terbukti, antara lain melalui penelitian arkeologi.
Kendati terdapat sekian banyak kisahnya yang belum terbukti, tidaklah wajar menolak kisah-kisah lain tersebut hanya dengan alasan bahwa kisah itu belum terbukti. Karena apa yang belum terbukti kebenarannya, juga belum terbukti kekeliruannya.
Sesungguhnya mengherankan misalnya, jika ada yang menolak kebenaran suatu kisah hanya karena membaca atau mendengar perincian kisah yang aneh atau sulit diterima akal. Kalau Al-Quran misalnya, menginformasikan bahwa suatu negeri dihancurkan Tuhan dengan gempa atau angin ribut karena penduduknya durhaka terhadap Nabi yang diutus Tuhan kepada masyarakatnya, serta-merta kisah kehancuran tersebut mereka tolak, sambil menolak keberadaan kota yang diceritakan oleh Al-Quran.
Mereka tidak menyadari  bahwa walaupun kota tersebut belum ditemukan, tidak jarang penelitian arkeologi membuktikan bahwa pada masa yang disebut oleh kisah Al-Quran itu, memang telah terjadi gempa atau angin ribut.
Sungguh cara pengingkaran semacam ini tidaklah tepat. Bukankah keberadaan matahari menadi contoh kejelasan dan kepastian wujud sesuatu, padahal di sekitar matahari ini berkembang sekian banyak  mitos? Kita boleh berkata kepada setiap orang yang mengingkarai kebenaran informasi Al-Quran, “Silahkan ajukan keberatan Anda di depan pengadialan ilmu serta ajukan pulalah bukti kekeliruan informasi Al-Quran,” pastilah mereka tidak dapat membuktikan.
Sehingga, kalau demikian, paling sedikit sikap objektif ilmiah mengharuskan mereka yang keberatan itu berhenti sejenak—tidak menolak dan tidak pula menerimanya. Kalau hal itu yang mereka lakukan, agaknya kisah-kisah Al-Quran yang telah rinci dapat dijadikan indicator guna mendukung kecenderungan untuk memenarkan kisah-kisah lainnya yang belum terbukti.[2]
Beberapa Contoh kisah Al-Quran yang telah terbukti
a.      Kaum ‘Ad dan Tsamud serta kehancuran Kota Iran
Al-Quran berbicara tentang kaum Tsamud dan kaum ‘Ad uang kepada mereka diutus Nabi Shaleh dan Nabi Hud. Banyak uraian Al-Quran tentang kedua kaum ini, baik dari segi kemampuan dan kekuatan mereka maupun kedurhakaan dan pembangkangan mereka terhadap Tuhann dan utusan-Nya. Mereka akhirnya dihancurkan Allah dengan gempa dan angin ribut yang sangat dingin lagi kencang. Hal ini dilukiskan oleh Surah Al-Haqqah [69] : 4-7 sebagai berikut :
            ôMt/¤x. ߊqßJrO 7Š%tæur ÏptãÍ$s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   $¨Br'sù ߊqßJrO (#qà6Î=÷dé'sù ÏpuÏî$©Ü9$$Î/ ÇÎÈ   $¨Br&ur ׊$tã (#qà6Î=÷dé'sù 8xƒÌÎ/ AŽ|Àö|¹ 7puŠÏ?%tæ ÇÏÈ   $ydt¤y öNÍköŽn=tã yìö7y 5A$uŠs9 spuŠÏY»yJrOur BQ$­ƒr& $YBqÝ¡ãm uŽtIsù tPöqs)ø9$# $pkŽÏù 4Ótç÷Ž|À öNåk¨Xr(x. ã$yfôãr& @@øƒwU 7ptƒÍr%s{ ÇÐÈ  
4. kaum Tsamud dan 'Aad telah mendustakan hari kiamat
5. Adapun kaum Tsamud, Maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa
6. Adapun kaum 'Aad Maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi Amat kencang,
7. yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; Maka kamu Lihat kaum 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).
Di tempat lain, diuraikan oleh Al-Quran bahwa kaum ‘Ad memiliki kemapuan luar biasa sehingga mereka telah membangun kota iram dengan tiang-tiang yang tinggi dan yang belum pernah dibangun di negeri lain sehebat dan seindah itu sebelumnya.[3]

            Apakah kamu tidak memerhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad, yaitu penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangu (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain, dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah.
öNs9r& ts? y#øx. Ÿ@yèsù y7/u >Š$yèÎ/ ÇÏÈ   tPuÎ) ÏN#sŒ ÏŠ$yJÏèø9$# ÇÐÈ   ÓÉL©9$# öNs9 ÷,n=øƒä $ygè=÷WÏB Îû Ï»n=Î6ø9$# ÇÑÈ   yŠqßJrOur tûïÏ%©!$# (#qç/%y` t÷¢Á9$# ÏŠ#uqø9$$Î/ ÇÒÈ  
6. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Aad?
7. (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai Bangunan-bangunan yang tinggi
8. yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain,
9. dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah. (QS. Al-Fajr [89] : 6-9)

Ada yang meragukan informasi Al-Quran ini. tetapi sedikit demi sedikit bukti-bukti kebenarannya terungkap. Pertama kali ketika informasi Al-Quran dan riwayat-riwayat yang direrima digabung dengan hasil-hasil penelitian arkeologi. Pada tahap ini yang ditemukan adalah adanya bukti-bukti arkeologi tentang terjadinya gempa dan angina ribut, seperti yang diruraikan oleh Al-Quran. Masa itu diperkirakan merupakan masa hidupnya kaum-kaum yang dihancurkan Tuhan, serta di tempat yang diisyaratkan oleh kitab suci-kitab suci, seperti Lembah Yordania, Pantai Laur Merah, serta Arab Selatan.

Tentu saja penjelasan ini belum memuaskan semua pihak. Tetapi dari hari ke hari, bukti semakin jelas dan kini tidak ada alasan lagi untuk menolak informasi Al-Quran. Marilah kita dengarkan pembuktian berikutnya.

Pada 1834 ditemukan—di dalam tanah yang berlokasi di Hisn Al-Ghurab dekat Kota Aden di Yaman—sebuah naskah bertuliskan aksara Arab lama (Hymarite) yang menunjukan nama Nabi Hud. Dalam naskah itu antara lain tertulis, “Kami memerintah dengan menggunakan hukum Hud.” Selanjutnya pada 1964-1969 dilakukan penggalian arkeologis, dan dari hasil analisis pada 1980 ditemukan informasi dari salah satu lempeng tentang adanya kota yang disebut “Shamutu, ‘Ad, dan Iram”. Prof. Pettinato mengidentifikasikan nama-nama tersebut dengan nama-nama yang disebut pada Surah Al-Fajr tadi.

Dalam konteks ini, wajar pula untuk dikutip pendapat Father Dahood yang mengatakan bahwa “antara Ebla (2500 SM) dan Al-Quran (625 M) tidak ada referensi lain menenai kota-kota tersebut”.

Bukti arkeologis lain tentang Kota Iram adalah hasil ekspedisi Nicholas Clapp di Gurun Arabia Selatan pada 1992. Kota Iram menurut riwayat-riwayat adalah kota yang dibangun oleh Shaddad bin Ud, sebuah kota yang sangat indah dan ketika itu bernama Ubhur. Namun, Tuhan mengubur kota itu dengan longsoran padang pasir sehingga menelan kota tersebut akibat kedurhakaan mereka.

Nicholas menemukan bukti—dari seorang penjelajah—tentang jalan kuno ke Iram (Ubhur). Kemudian atas bantuan dua orang ahli lainnya, yaitu Juris Zarin dari Universitas Negara Bagian Missouri Barat Daya, dan penjelajah Inggris, Sir Ranulph Friennes, mereka berusaha mencari kota yang hilang itu bersama-sama ahli hukum George Hadeges.
Mereka menggunakan jasa pesawat ulang-alik Challenger dengan sistem Satellite Imaging Radar (SIR)  untuk mengintip bagian bawah Gurun Arabia yang diduga sebagai tempat tenggelamnya kotayang terkena longsoran itu. Untuk lebih meyakinkan, mereka juga meminta jasa satelit Prancis, yang menggunakan sistem pengindraan optic. Apa yang mereka temukan ? Mereka menemukan citra digital berupa garis putih pucat yang menandai berates-ratus kilometer rute kafilah yang ditinggalkan, sebagian berada dibawah tumpukan pasir yang telah menimbun selama berabad-abad hingga mencapai ketinggian 183 meter.[4]
Berdasarkan data ini, Nicholas Clapp dan reka-rekannya meneliti tanah tersebut dan melakukan pencarian pada akhir tahun 1991. Pada Februari 1992, mereka menemukan bangunan segi delapan dengan dinding-dinding dan menara-menara yang tinggi, mencapai sekitar Sembilan meter. Agaknya itulah sebagian dari apa yang diceritakan oleh Al-Quran bahwa “penduduk Iram yang mempunyai Bangunan-banguna yang tinggi” (QS AlFajr [89] : 7.
            Demikian sekali lagi Al-Quran membuktikan kebenaran-Nya dan membuktikan pula janji-Nya bahwa :
óOÎgƒÎŽã\y $uZÏF»tƒ#uä Îû É-$sùFy$# þÎûur öNÍkŦàÿRr& 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ öNßgs9 çm¯Rr& ,ptø:$# 3 öNs9urr& É#õ3tƒ y7În/tÎ/ ¼çm¯Rr& 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« îÍky­ ÇÎÌÈ  
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka behwa Al-Quran adalah benar. Apakah tidak cukup (bagi kamu dan mereka) bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi sgala sesuatu. (QS Fushshilat [41] : 53).
B.     Berita tentang Tenggelam dan Selamatnya Badan Fir’aun

Dalam Al-Quran ditemukan sekitar tiga puluh kali Allah Swt. Menuraikan kisah Musa dan Fir’aun—suatu  kisah yang tidak dikenal masyarakat ketika itu, kecuali melalui Kitab Perjanjian Lama. Tetapi, satu hal yang menakjubkan adalah bahwa Nabi Muhammad Saw. melalui Al-Quran, telah mengungkap suatu perincian yang sama sekali tidak diungkap oleh satu kitab pun sebelumnya, bahkan tidak diketahui kecuali yang hidup pada masa terjadinya peristiwa tersebut, yaitu pada abad kedua sebelas SM atau sekitar 3.200 tahun yang lalu..
Mari kita dengarkan Al-Quran mengungkap sekelumit kisah tentang Fir’aun:
* $tRøuq»y_ur ûÓÍ_t7Î/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) tóst7ø9$# óOßgyèt7ø?r'sù ãböqtãöÏù ¼çnߊqãYã_ur $\øót/ #·rôtãur ( #Ó¨Lym !#sŒÎ) çmŸ2u÷Šr& ä-ttóø9$# tA$s% àMZtB#uä ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) žwÎ) üÏ%©!$# ôMuZtB#uä ¾ÏmÎ/ (#þqãZt/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) O$tRr&ur z`ÏB tûüÏJÎ=ó¡ßJø9$# ÇÒÉÈ   z`»t«ø9!#uä ôs%ur |MøŠ|Átã ã@ö6s% |MZä.ur z`ÏB tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÒÊÈ   tPöquø9$$sù y7ŠÉdfuZçR y7ÏRyt7Î/ šcqä3tGÏ9 ô`yJÏ9 y7xÿù=yz Zptƒ#uä 4 ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# ô`tã $uZÏG»tƒ#uä šcqè=Ïÿ»tós9 ÇÒËÈ  
90. dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
91. Apakah sekarang (baru kamu percaya), Padahal Sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
92. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami. . (QS Yunus [10] :90-92 ).

            Yang perlu digaris bawahi dalam konteks pembicaraan kita adalah firman-Nya, “Hari ini  Kami selamatkan badanmu, agar engkau menjadi pelajaran bagi generasi yang datang sesudahmu.”
            Memang, orang mengetahui bahwa Fir’aun tenggelam di Laut Merah ketika mengejar Nabi Musa dan kaumnya, tetapi menyangkut keselamatan badannya dan menjadi pelajaran bagi generasi sesudahnya merupakan satu hal yang tidak diketahui siapa pun pada masa Nabi Muhammad, bahkan tidak disinggung oleh Perjanjian Lama dan Baru.
            Maspero, seorang pakar sejarah Mesir Kuno, menjelaskan dalam “Petunjuk bagi Pengunjung Museum Mesir”—setelah mempelajari dokumen-dokumen yang ditemukan di Alexandria Mesir—bahwa penguasa Mesir yang tenggelam itu bernama Meneptah (Memptah?) yang kemudian oleh sejarawan Driaton dan Vendel—melalui dokumen-dokumen lain—membuktikan bahwa Penguasa Mesir itu memerintah antara 1224 SM hingga 1214 SM atau 1204 SM (menurut pendapat lain)
            Sekali lagi pada masa turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu, tidak seorang pun yang mengetahui dimana sebenarnya penguasa yang tenggelam itu berada, dan bagaimana pula sesudahan yang dialaminya. Namun pada 1896, purbakalawan Loret, menemukan jenazah tokoh tersebut dalam bentuk mumi di Wadi Al-Muluk (lembah para Raja) berada di daerah Thaba, Luxor, di seberang Sungai Nil, Mesir. Kemudian pada 8 Juli 1907 Elliot Smith membuka pembalut-pembalut mumi itu dan ternyata badan Fir’aun tersebut masih dalam keadaan utuh.
            Pada Juni 1975, ahli bedah Prancis, Maurice Bucaille, mendapat izin untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang mumi tersebut dan menemukan bahwa Fir’aun meninggal di laut. Ini terbukti dari bekas-bekas garam yang memenuhi sekujur tubuhnya, walaupun sebab kematiannya –menurut pakar tersebut—diakibatkan oleh Shock. Bucaille pada akhirnya berkesimpulan bahwa :
Alangkah agungnya contoh-contoh yang diberikan oleh ayat-ayat Al-Quran tentang tubuh Fir’aun yang sekarang berada di ruang Mumi Museum Mesir di Kota Kairo. Penyelidikan dan penemuan modern telah menunjukan kebenaran Al-Quran.
            Betapa ia tidak menunjukkan kebenarannya, sedangkan informasi-Nya tentang diselamatkannya badan Fir’aun untu menjadi pelajaran bagi generasi sesudahnya terbutki dengan sangat jelas. Sayang pada sekirar tahun 1985, pemerintah Mesir menutup kamar tempat penyimpanan mumi itu untuk umum, karena rupanya pengaruh udara dari luar dan polusi yang disebabkan oleh mikro-orgasme telah memengaruhi keadaan mumi itu. Namun demikian, kebenaran pemberitaan gaib Al-Quran telah dapat dibuktikan.[5]

b.      Ashhab Al-Kahfi
Keraguan masyarakat Arab Mekkah tentang kenabian Muhammad Saw. dan kebenaran Al-Quran terus berlanjut. Mereka mengutus tiga orang untuk menemui tokoh agama Yahudi Najran guna meminta tanggapan mereka tentang Muhammad. Para tokoh Yahudi tersebut mengusulkan agar kaum musyrik Makkah bertanya kepada Nabi tentang tiga hal. Jika menjawabnya dengan baik, dia seorang nabi. “Lalu tanyakan pula  satu hal lain, dan jika dia menduga tahu, dia berbohong,” demikian ucap orang-orang yahudi. Ketiga hal tersebuat adalah :

      Pertama, kisah sekelompok pemuda yang masuk berlindung dan tertidur sekian lama. Berapa jumlah mereka dan siapa atau apa yang bersama mereka ?
      Kedua, kisah Musa, ketika diperintahkan Tuhan untuk belajar.
      Ketiga, kisah seorang penjelajah ke Timur dank e Barat.
      Adapun keempat, yang ia berbohong kalau mengetahuinya, adalah kapan Hari Kiamat akan terjadi.
      Keempat pertanyaan mereka itu terjawab melalui wahyu Al-Quran surah kedelapan belas (Al-Kahfi).
      Di sini kita tidak menguraikan bagaimana jawaban-jawaban tantang pertanyan-pertanyaan tersebut. Yang dibahas adalah benarkah informasi atau jawaban Al-Quran bahwa terdapa tujuh orang pemuda bersama seekor anjing yang berlindung dari kekejaman penguasa masanya, dan hal yang menyangkut dengannya.

      Al-Quran melukiskan gua tempat tinggal mereka sebagai berikut :

* ts?ur }§ôJ¤±9$# #sŒÎ) Myèn=sÛ âurºt¨? `tã óOÎgÏÿôgx. šV#sŒ ÈûüÏJuø9$# #sŒÎ)ur Mt/{xî öNåkÝÎ̍ø)¨? |N#sŒ ÉA$yJÏe±9$# öNèdur Îû ;ouqôfsù çm÷ZÏiB 4 y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÏM»tƒ#uä «!$# 3 `tB Ïöku ª!$# uqßgsù ÏtGôgßJø9$# ( ÆtBur ö@Î=ôÒム`n=sù yÅgrB ¼çms9 $|Ï9ur #YÏ©óD ÇÊÐÈ  
 dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang Luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.(QS Al-Kahfi [18] : 17)

      Tidak mudah membuktikan keberadaan gua dimaksud sebelum maraknya penelitian arkeologi. Namun—seperti tulisan Thabathaba’I dalam tafsirnya, Al-Mizan—sumber-sumber Barat pun menyebutkan paling tidak empat kesimpulan tentang kisah Ashhab Al-Kahfi, yang walaupun berbeda dalam perinciannya, sama dalam pokok kisahnya.
      Di sisi lain telah ditemukan sekian banyak gua di Epsus, Damaskus, dan Iskandinavia yang masing-masing penemunya mengklaim bahwa gua itulah yang merupakan gua Ashhab Al-Kahfi, tetapi sayang ciri-ciri gua tidak sepenuhnya sama dengan apa yang dilukiskan oleh Al-Quran. Nanti pada 1963, Rafiq Wafa Ad-Dajani—seorang arkeolog Yordania—menemukan sebuah gua yang terletaksekitar delapan kilometer dari Amman, ibu kota Yordania, dan memiliki ciri-ciri seperti yang diuraikan Al-Quran.
      Gua tersebut berada di atas daratan tinggi menuju arah tenggara, sedangkan kedua sisinya berada di sebelah timur dab barat dan terbuka sedemikian rupa sehingga cahaya matahari menembus ke dalam. Di dalam gua terapat ruangan kecil yang luasnya sekitar tiga kali dua setengah meter.
      Ditemukan juga di dalam gua tersebut tujuh atau delapan buburan. Pada dinding-dindingnya terdapat tulisan Yunani Kuno, tetapi tidak terbaca lagi, sebagaimana terdapat pula gambar seekor anjing dan beberapa ornamen.
      Di atas gua tersebut terdapat sebuah tempat peribadatan ala Bizantium; mata uang dan peninggalan-peninggalan yang ditemukan di sekitarnya menunjukan bahwa tempat tersebut dibangun pada masa pemerintahan Justinius I (418-427 M). Ciri-ciri yang ditemukan itu, dapat dikatakan sesuai dengan ciri-ciri yang dikemukakan Al-Quran, seperti terbaca sebelumnya.
      Di sisi lain para sejarawan Muslim dan Kristen mengakui bahwa penguasa yang menindas pengikut-pengikut Isa a.s. antara lain adalah yang memerintah pada 98-117 M dan pada sekitar tahun 112 M menetapkan bahwa setiap orang yang menolak menyembah dewa-dewa dijatuhi hukuman sebagai pengkhianat. Para sejarawan Muslim dan Kristen pun sepakat bahwa penguasa yang bijaksana adalah Theodusius yang memerintah selama tahun 408-451.
      Di sini sekali lagi bertemu informasi sejarawan dengan informasi Al-Quran, yakni apabila di atas dikatakan bahwa para pemuda yang berlindung itu menghindar dari ketetapan penguasa yang dikeluarkan pada 112 M itu, dan bahwa mereka tertidur selama 300 tahun, ini berarti mereka terbangun dari tidur pada sekitar tahun 412 M, yakni masaa pemerintahan penguasa yang membebaskan orang-orang Kristen dari penindasan.
      Dari sejarah ini juga diketahui mengapa peristiwa initidak disebut dalam Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama, karena memang terjadinya jauh setelah masa Isa a.s. Demianlah sekali lagi terbukti kebenaran pemberitaan gaib Al-Quran.

Tuduhan Terhadap Al-Quran Sebagai Jiplakan
            Ada sementara orientalisyang berpendapat bahwa kisah-kisah masa lampau yang dikemukakan Al-Quran diketahui oleh Nabi Muhammad Saw. dari seorang pendeta, atau beliau jiplak dari Kitab Perjanjian Lama. Pendapat ini jelas tidak benar dari banyak segi.
      Pertama, Nabi Muhammad Saw. tidak pernah belajar kepada siapa pun. Memang pada masa kanak-kanak, ketika diantar oleh pamannya ke Syam, beliau bertemu dengan seorang rahib berama Buhaira yang meminta pamannya untuk memberikan perhatian dan perlindungan serius kepada keponakannya itu (Nabi Muhammad Saw.) karena sang rahib melihat tanda-tanda kenabian pada beliau. Pertemuan itu sendiri hanya berlangsung beberapa saat. Di sini kita bertanya, “Kalau remaja keci itu (Nabi Muhammad Saw.) belajar, apakah logis dalam pertemuan singkat itu ia memperoleh informasi banyak, mendetail, lagi sangat akurat ?” tentu saja tidak.
      Ada juga sementara orientalis, semacam Montgomery Watt, yang berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. belajar kepada Waraqah bin Naufal. Menurutnya, “(Istri Nabi) Khadijah merupakan anak paman Waaraqah bin Naufal, sedangkan dia merupakan seorang agamawan yang pada akhirnya menganut ajaran Kristen. Tidak dapat disangkal bahwa Khadijah berada di bawah pengaruhnya, dan boleh jadi Muhammad telah menimba sesuatu dari semangat dan pendapat-pendapatnya.”
       Kita pun mengakui bahwa Waraqah menganut agama Kristen, tetapi bahwa Muhammad datang belajar kepadanya adalah sesuatu yang tidak dapat diterima. Hal ini disebabkan menurut berbagai riwayat, kedatangan beliau menemui Waraqah adalah setelah beliau menerima wahyu dan bukan sebelumnya. Di sisi lain, Waraqah perpendapat bahwa yang datang kepada Nabi Muhammad di Gua Hira itu adalah malaikat yang pernah datang kepada Musa dan Isa a.s. dan beliau menyatakan bahwa seandainya beliau hidup saat Muhammad dimusuhi kaumnya, niscaya dia akan membelanya.
      Jika demikian, logiskah Nabi Muhammad belajar kepadanya, setelah Waraqah mengakui kenabiannya ? Tidaklah mengherankan kalau ada ulama yang menetapkan bahwa Waraqah sebenarnya—dengan pengakuannya—telah menjadi seseorang yang percaya kepada Nabi Muhammad Saw.
      Tidak tepat berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. mempelajari Kitab Perjanjian Lama, karena di samping beliau tidak bisa membaca dan menulis, juga karena terdapat sekian banyak informasi yang dikemukakan Al-Quran yang tidak termaktub dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, misalnya kisah Ashhab Al-Kahfi. Kalaupun ada yang sama, seperti beberapa kisah nabi-nabi, dalam perincian atau nuansanya terdapat perbedaan-perbedaan.[6]
Berita Gaib Pada Masa Datang yang Terbukti
Kemenangan Romawi Setelah Kekalahannya
            Al-Quran Surah Ar-Rum[30]: 1-5 menyatakan sebagai berikut :
$O!9# ÇÊÈ   ÏMt7Î=äñ ãPr9$# ÇËÈ   þÎû oT÷Šr& ÇÚöF{$# Nèdur -ÆÏiB Ï÷èt/ óOÎgÎ6n=yñ šcqç7Î=øóuy ÇÌÈ   Îû ÆìôÒÎ/ šúüÏZÅ 3 ¬! ãøBF{$# `ÏB ã@ö6s% .`ÏBur ß÷èt/ 4 7ͳtBöqtƒur ßytøÿtƒ šcqãZÏB÷sßJø9$# ÇÍÈ   ÎŽóÇuZÎ/ «!$# 4 çŽÝÇZtƒ ÆtB âä!$t±o ( uqèdur âƒÍyèø9$# ÞOŠÏm§9$# ÇÎÈ  
1. Alif laam Miim
2. telah dikalahkan bangsa Rumawi
3. di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang
4. dalam beberapa tahun lagi. bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,
5. karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.
Pada abad kelima dan keenam Masehi terdapat dua adikuasa, Romawi yang beragama Kristen dan Persia yang menyembah api. Persaingan antara keduanya guna merebut wilayah dang pengaruh, amat keras, bahkan peperangan antara mereka tak terhidarkan. Sejarawan menginformasikan bahwa pada 614 M terjadi peperangan antara  kedua adikuasa itu yang berakhir dengan kekalahan Romawi. Ketika itu kaum musyrik di Makkah mengejek kaum Muslim yang cenderung mengharapkan kemendangan Romawi yang beragama samawi itu atas Persia yang menyembah api. Kekesalan mereka akibat kekalahan tersebbut pada tahun kekalahan itu, menghibur kaum Muslim dengan dua hal.
            Pertama, Romawi akan menang atas Persia pada tenggang waktu yang diistilahkan oleh Al-Quran dengan bidh’ siniin yang diterjemahkan sebelumnya dengan beberapa tahun (ayat 4).
            Kedua, Saat kemenangan itu tiba, kaum Muslim akan bergembira, bukan saja dengan kemenangan Romawi, melainkan juga dengan kemenangan yang dianugerahkan Allah kepada mereka). benarkah informasi ini ?
            Sebelum menjawabnya, perlu dijelaskan bahwa kata “bidh” dalam kamus bahasa Arab, berarti “angka antara tiga dan Sembilan”. Ini berarti Al-Quran menegaskan bahwa akan terjadi lagi peperangan antara bangasa Romawi dan Persia, dan dalam tempo tersebut, Romawi akan memenangi peperangan.
            Perlu diingat sekali lagi bahwa berita disampaikan pada saat kekalahan sedang menimpa Romawi. Menetapkan angka pasti bagi kemenangasuatu negara saat kekalaannya adalah suatu hal yang tidak mungkin disampaikan kecuali oleh Yang Maha Mengetahui. Tetapi, ternyata pemberitaan tersebut ternyata benar adanya. Karena sejarah menginformasikan bahwa tujuh tahun setelah kekalahan romawi—tepatnya pada 622 M—terjdi lagi peperangan antara kedua adikuasa tersebut, dan kali ini pemenangnya adalah Romawi.
            Kita boleh bertanya, mengapa Al-Quran tidak menetapkan tahun tertentu bagi kemenangan itu ? katakanlah mengapa ayat ini tidak menyatakan bahwa kemenangan Romawi akan terjadi tujuh tahun kemudian ? Agaknya hal ini disebabkan manusia sering kali berbeda di dalam menetapkan tahun kemenangan dan kekalahan; apakah saat tanda-tanda kemenangan atau kekalahan itu telah tampak, ataukah pada saat terhentinya peperangan akibat kemenangan satu pihak ? Nah, untu menghindari perbedaan itulah Al-Quran memilih redaksi bidh’ , sehingga apa pun tolak ukurnya, informasi Al-Quran itu dapat menampungnya.
            Kemudian, pada tahun kemengangan itu kaum muslimin akan bergembira dengan kemengangan yang dianugerahkan Allah. Kemenangan dimaksud adalah kemenangan dalam peperangan Badar yang terjadi bertepatan dengan kemenangan Romawi itu, yakni pada tahun kedua Hijriah, atau tahun 622 M.
            Tujuh tahun sebelum terjadinya peristiwa-peristiwa itu, Nabi Muhammad Saw. telah mengetahui dan menyampaikannya. Dari mana beliau memperoleh sumber berita itu? Kalau bukan dari Allah Yang Maha Mengetahui.[7]




[1]  M. Quraish shihab M.A., Mukjizat Al-Quran, Mizan : Bandung 2007 hal. 198
[2] Ibid hal 199
[3] Muhammad Ali, Ulumul Quran, Bandung: Al  Ma’arif, 1987 hal. 99
[4] Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Quran, Jakarta: PT. Renika Cipta,1995 hal. 122

[5] Ibid ha. 123
[6] M. Baqir Hakim, Ulumul Quran, jakarta: Al-Huda, 2006 hal. 89

[7]  Ibid hal . 103

No comments:

Post a Comment