A.
Biografi Al-Zamakhsyari
Nama lengkap Al-Zamakhsyari adalah
Abu AL-Qasim Mahmud bin Umar Al-Khawarizmi Al-Zamakhsyari. Beliau lahir pada
tanggal 27 rajab 467 H di Zamakhsyar, sebuah perkampungan besar dikawasan
Khawarizm (Turkistan). Beliau mulai belajar di negeri sendiri, kemudian
melanjutkan ke Bukhara, dan belajar sastra kepada Syeikh Mansur Abi Mudar.[1]
Setelah itu, beliau pergi ke mekkah dan menetap disana sampai beliau memperoleh
julukan Jarullah (tetangga Allah) dan juga beliau mengarang sebuah kitab yang
berjudul Al-Kasysyaf An Haqa’iqi Gawamidi Al-Tanzil wa Uyuni Al Qawil fi
Wujuhi Al Ta’wil di Mekkah. Beliau Wafat pada tahun 538 H di Jurjaniah,
Khawarizm.
Dalam perjalanan dan perkembangan
intelektualitas az-Zamakhsyari selain dikenal sebgai seorang ahli Tafsir dengan
Tafsir al-Kasysyaf beliau juga dikenal sosok yang ahli dalam ilmu kalam,
filsafat, logika,fiqih, bahasa ka kesusastraan arab yang sangat produktif dalam
berkarya dengan kualitas kandungan keilmuan yang tidak diragukan oleh siapapun
yang menelaahnya.
Menurut al-Hufi buku karangan az-Zamakhsyari mencapai 47
buah; ada yang dalam bentuk besar dan ada yang dalam bentuk kecil. Adapun
sebagian hasil karyanya adalah; 1. Al-Kasysyaf An Haqa’iqi Gawamidi
Al-Tanzil wa Uyuni Al Qawil fi Wujuhi Al Ta’wil, 2. Rabi’ul al-Abrar. Buku ini
mengulas tentang tema seperti waktu, dunia dan akhirat, langit, bintang, dan
sebaginya. 3. Asas al-Balaghah yang tentunya isinya menyangkut tentang
kebahasaan. 4. Al-Nashaih as-Shigar yang berisi kumpulan nasihat-nasihat
dan untaian-untaian hikmah.
B.
Ilmu Kalam Al-Zamakhsyari
Al-Zamakhsyari
dilahirkan di sebuah tempat yang bernama Khawarizm yang merupakan pusat
pemikiran aliran Mu’tazilah. Sehingga inilah yang mewarnai pemikirannya.
Sehingga dengan
dasar kemu’tazilahannya tersebut, maka konsekuensinya adalah beliau lebih
terbuka dan cenderung liberal dalam menginterpretasikan kandungan ayat-ayat
al-Qur’an. Oleh sebab itu, hasil karya tafsirnya pun memiliki unsur kandungan
pemahaman Mu’tazilah. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian Allamah Ahmad al-Nayyir yang dituangkan dalam
bukunya al-Itisyaf dan tafsir al-kasysyaf pun banyak menuai kontroversi
serta kritikan pedas dari para ulama. Akan tetatpi di sisi lain banyak juga
yang mengapresiasi terhadap kitab al-kasysyaf karena banyak memberikan
kontribusi besar terhadap perkembangan khazanah tafsir dalam islam.
C.
Mazhab Fiqih Al-Zamakhsyari
Dalam persoalan mazhab fiqih, beliau menganut pola fikir Imam Abu
Hanifah. Yang mana Imam Abu Hanifah sendiri adalah merupakan imam yang dikenal
dengan cara berfikirnya dalam hal hukum lebih transprantif dan rasional. Di
samping beliau mengacu pada sumber islam, namun terlepas dari semua itu juga
Abu hanifah kental dengan ijtihadnya.
D.
Sumber Penafsiran Al-Zamakhsyari
E.
Referensi Mufassir
Dalam penyusunan kitab al-Kasysyaf tidak terlepas dari kitab-kitab
tafsir sebelumnya dan juga kitab-kitab lain yang berkaitan dengan tafsirnya.
Menurut Ayatullah Zada, al-Zamakhsyari banyak bersandar pada beberapa kitab
tafsir klasik dalam menguraikan penafsiran dan pandangannya yang sesuai dengan
latar belakang ideologinya.
Adapun yang menjadi sumber utama
al-Zamakhsyari dalam menyusun kitab al-Kasysyaf adalah sebagai berikut:
1.
Ilmu pengetahuan yang dimilikinya sendiri. Karena ia mempunyai
kemampuan dalam bidang ilmu, maka hal ini menjadi sumber baginya untuk
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
2.
Kitab-kitab tafsir yang telah lebih dahulu ditulis oleh para
mufassir:
Ø Tafsir yang
disusun oleh Mujahid (w. 104 H)
Ø Tafsir yang
disusun oleh Amru bin Ubaid (w. 144 H)
Ø Al-Asham
al-Mu’tazily (w. 235 H)
Ø Tafsir karya
al-Zajjaj (w. 311)
Ø Tafsir karya
al-Rumany (w. 384 )
Ø Kitab-kitab
tafsir dari golongan ‘Alawiyyun (Syi’ah Ali bin Abi Thalib)
Ø Tafsir-tafsir
yang disusun oleh penganut teologi lain seperti khawarij, rafidhah, dan
mutawasshifin.
3.
Sumber Qira’at. Diantaranya:
Ø Mushaf Abdullah
bin Mas’ud
Ø Mushaf
al-Harits bin Su’aid
Ø Mushaf Ubei
Ø Mushaf Ahlu
hijaz dan ahlu Syam
4.
Sumber bahasa dan nahwu
Ø Kitab imam
Shibawaih dan ini yang paling banyak digunakan oleh al-Zamakhsyari sebagai
syawahid
Ø Kitab ishlahul
mantiq yang digagas oleh ibn Sikkit (w. 244 H)
Ø Kitab al-Kamil
yang dikarang oleh al-Mubarrad (w. 244 H)
Ø Kitab
al-Mutammim fil Khatha’I wal haja’I yang ditulis oleh Abdullah bin Darstawaih
(w. 348 H)
Ø Kitab al-Hujjah
yang ditulis oleh Abu Ali Al-Farisi (w. 377 H)
Ø Kitab
al-Mukhtasab karya ibnu Jinni (w. 392 H)
5.
Sumber sastra
Ø Kitab
al-Hayawan karya al-Jahizh
Ø Kitab
al-Himasah karya ibn Tammam
Ø Kitab istagfir
wastagfir karangan Abu al-‘Ala’ al-Ma’arriy
Adapun kitab
yang paling banyak mempengaruhi pola berfikir Zamakhsyari adalah kitab Tahdzib
al-Tafsir yang ditulis oleh al-Hakim al-Jusyami.
F.
Metode Penulisan Tafsir Al-Kasysyaf
Dalam kitab
tafsir al kasysyaf yang digagas oleh Imam Al-Zamakhsyari, beliau menerapkan
metode dalam bentuk tahlili yang merupakan rangkaian bentuk tafsir dengan
menjelaskan ayat-ayat Al-qur’an dari berbagai aspek yakni aspek bahasa yang
mencakup nahwu, balaqhah, dalalah, qira’at, fiqh,dan sebagainya. Namun,
bukan berarti metode tahlili ini membahas pokok penafsiran al-qur’an dari mulai
awal mushaf sampai akhirnya, melainkan terletak pada pola pembahasan dan
analisisnya.
Terdapat
beberapa keunggulan dalam menggunakan metode tahlili salah satunya yaitu dalam
metode ini al-zamakhsyari berusaha melihat ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai
dimensi atau segi tekstual, bahkan dalam tafsir metode ini pulalah lebih terhindar
dari israiliyat.
G.
Corak Penafsiran Al-Kasysyaf
Al-Zamakhsyari merupakan salah seorang yang memiliki kemampuan
dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang bahasa arab, balaghah dan
pengetahuan tentang syair-syair, ilmu bayan, I’rob dan sastra. Oleh karena itu,
dalam menafsirkan ayat al-Qur’an ia lebih menggunakan pendekatan bahasa,
sehingga kitab tafsir al-kasysyafnya memiliki satu corak tafsir yang sangat
kental yaitu corak tafsir lughawi (bahasa).
Berikut beberapa bentuk corak al-Zamakhsyari dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an secara Balaghah:
A.
Dalam al-Qur’an surat al-Mursalat ayat 13 al-Zamakhsyari
menggunakan konsep tasybih mufrod.
B.
Pada surat Thaha ayat 15-16 al-Zakhmasyari menafsirkannya dengan
menggunakan konsep majaz mursal yaitu konsep yang menggunakan setiap kata pada
kontek diluar maknanya karena hubungan yang tidak serupa serta diikuti dengan
sesuatu yang mencegah dari keinginan terhadap makna yang asli.
Hubungan-hubungan tersebut bisa bersifat sebab, akibat, parsial, universal,
lokasi, tempat serta penjelasan apa yang telah berlalu dan penjelasan apa yang
akan terjadi.
C.
Hal yang serupa juga dilakukan oleh al-Zamakhsyari dalam
menafsirkan ayat al-Qur’an yang terdapat pada surat Yunus ayat 14. Dengan
menggunakan konsep isti’aroh, yaitu meminjam suatu kata untuk digunakan dalam
pengertian yang lain.
D.
Pada surat al-Baqarah ayat 26, al-Zamakhsyari menafsirkan ayat
tersebut dengan menggunakan konsep majaz ‘aqli, dengan menyandarkan perbuatan
atau sesuatu yang berkonotasi perbuatan kepada yang bukan pelakunya. Hal
dilakukan atas dasar adanya hubungan yang disertai dengan sesuatu yang
mencegahnya untuk dapat disandarkan secara hakiki. Majaz aqal ini bisa dalam
bentuk sebab, waktu, tempat, mashdar, maupun lain-lain yang terkait dengan
perbuatan.
Dengan demikian, az-Zamakhsyari dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
dengan lebih berpijak pada pendekatan balaghah, ma’ani dan ilmu-ilmu bahasa
lainnya memberikan sebuah indikasi bahwa ia lebih cenderung memaknai Kalamullah
secara Antroposentris (sebuah pandangan yang bertitik pada asumsi bahwa manusia
yang cenderung melihat hal-hal secara lahiriah).
H.
Karakteristik Penafsiran
Latar belakang
al-Zamakhsyari sebagai seorang pakar bahasa arab memiliki pengaruh yang sangat
besar dalam penulisan kitab tafsir. Dalam penafsirannya Al-Zamakhsyari
menggunakan pendekatan bahasa, sehingga kitab tafsir al kasysyaf ini memiliki
satu corak tafsir yang sangat kental, yaitu corak Lugawi (bahasa). Disamping
kapasitas keilmuan al-zamakhsyari dalam bidang bahasa dan sastra arab, faktor
lain yang menyebabkan al kasysyaf disusun dengan corak bahasa adalah minat
penduduk masriq kepada ke susestraan arab lebih besar dibandingkan dengan
penduduk magrib. Selain itu, karakteristik lain yang menonjol dalam tafsir al
kasysyaf adalah adanya kecenderungan pada paham muta’zilah.
[1] Manna Khalil Al-Qattan, Studi ilmu-ilmu Qur’an (Bogor. Pustaka Lite menra
antar nusa, 2015), cet. 18 h. 539
No comments:
Post a Comment